PPPK Diarahkan Jadi Profesional dalam Revisi UU ASN 2023, Alih Status Picu Kekhawatiran Fiskal

PPPK Diarahkan Jadi Profesional dalam Revisi UU ASN 2023, Alih Status Picu Kekhawatiran Fiskal
Ilustrasi pelantikan PPPK. (ist)

Jakarta, SERU.co.id Revisi Undang-Undang ASN 2023 mulai mengerucut dan memunculkan sejumlah perubahan besar. Pemerintah dan DPR sepakat memperkuat sistem merit sekaligus mengarahkan PPPK menjadi jabatan profesional. Namun, wacana alih status PPPK menjadi PNS memicu kekhawatiran baru karena berpotensi membebani fiskal.

Komisi II DPR RI mengusulkan perubahan signifikan pada pola penempatan pejabat eselon II. Mereka ingin pejabat setingkat kepala dinas hingga direktur di kementerian menjadi pegawai pusat, sehingga bisa dirotasi lintas daerah. Kebijakan ini diklaim sebagai langkah memperkuat sistem merit dan meningkatkan pemerataan kompetensi birokrasi di seluruh Indonesia.

Bacaan Lainnya

Tak berhenti di situ, revisi UU ASN 2023 juga menyinggung PPPK. Wakil Kepala BKN, Suharmen mengungkapkan, dalam pembahasan revisi, pemerintah dan DPR sepakat ASN hanya terdiri dari dua kategori, yakni PNS dan PPPK. Namun, formasi PPPK akan diarahkan khusus untuk tenaga profesional. Terutama yang memiliki keahlian tertentu dan tidak dapat dipenuhi dari kalangan PNS.

“Ke depan PPPK hanya untuk kalangan profesional. Rekrutmennya akan menggunakan standar tinggi, ada passing grade-nya,” seru Suharmen, dikutip dari JPNN, Selasa (25/11/2025).

Dengan kebijakan ini, PPPK diproyeksikan menjadi jabatan berbasis keahlian. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya ketika formasi PPPK diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan honorer atau tenaga non-ASN.

Di tengah proses revisi UU ASN, muncul pula wacana konversi PPPK menjadi PNS. Isu ini menguat seiring masuknya revisi UU ASN ke dalam daftar prioritas legislasi nasional 2025. Namun, Menteri PAN RB, Rini Widyantini mengingatkan, jalur masuk, sistem karier dan beban fiskal antara PPPK dan PNS sangat berbeda. PNS membawa konsekuensi anggaran jangka panjang, seperti hak pensiun, tunjangan dan fasilitas lainnya.

Baca juga: Pilot Eko Agus Pilih Mendarat di Sawah Demi Selamatkan Nyawa

“Semua kebijakan harus melihat dampaknya terhadap keuangan negara. Penjenjangan PNS dan PPPK berbeda, dan itu harus dihitung matang,” ujar Rini.

Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, memberikan catatan kritis. Menurutnya, PPPK sejak awal dirancang sebagai skema kompromi. Yakni negara memperoleh tenaga profesional tanpa beban fiskal permanen sebagaimana PNS.

“Rencana konversi PPPK menjadi PNS berpotensi mengganggu disiplin fiskal. Jika konversi dilakukan meluas, pemerintah harus siap menghadapi lonjakan belanja rutin di tahun-tahun berikutnya,” kata Ronny, dilansir CNN Indonesia.

Ia mengingatkan, belanja pegawai merupakan komponen paling rigid di APBN dan sulit ditekan. Tanpa kalkulasi matang, negara bisa menghadapi tekanan anggaran yang serius.

“Jumlah PPPK besar dinilai bisa menjadi ladang elektoral jika janji peningkatan status dijadikan komoditas. Wajar jika publik curiga ada motif jangka pendek,” ujarnya.

Baca juga: Polri Tunggu Kajian Pokja Usai Putusan MK Larang Polisi Aktif Jabat Posisi Sipil

Lebih jauh, ia menegaskan, perubahan status pegawai tidak otomatis meningkatkan kualitas birokrasi. Reformasi ASN yang sesungguhnya harus melibatkan sistem merit yang ketat. Kemudian manajemen talenta transparan hingga indikator kinerja terukur.

“Kalau kultur kerja dan tata kelola tidak diperbaiki, perubahan status hanya menambah biaya tanpa meningkatkan layanan publik,” tegasnya.

Ronny menegaskan, revisi UU ASN dan wacana alih status PPPK hanya layak dijalankan jika memiliki blueprint reformasi birokrasi. Begitu juga perhitungan fiskal jangka panjang yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Tanpa itu, risikonya dua sekaligus. Yaitu anggaran jebol dan pelayanan publik tetap stagnan,” pungkasnya. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait

iklan KKB Bank jatim