Jakarta, SERU.co.id – Pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal terkait program MBG tidak memerlukan ahli gizi memicu gelombang kritik. Pernyataan tersebut dinilai merendahkan kompetensi ahli gizi dan berpotensi menurunkan standar layanan. Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan, petugas SPPG tetap harus berasal dari latar belakang sarjana dan memiliki pemahaman gizi memadai.
Polemik berawal saat peserta Forum Konsolidasi SPPG se-Kabupaten Bandung menyoroti kesulitan Badan Gizi Nasional (BGN). Khususnya mencari lulusan gizi untuk mengisi posisi ahli gizi di dapur MBG. Ia mengusulkan, istilah ahli gizi tidak digunakan jika tenaga yang direkrut bukan dari latar belakang pendidikan gizi.
“Kalau yang direkrut bukan lulusan gizi, jangan pakai embel-embel ahli gizi. Mungkin bisa istilah alternatif seperti pengawas produksi atau QA/QC,” seru peserta tersebut, dikutip dari Kompascom, Selasa (18/11/2025).
Peserta juga mendorong BGN bekerja sama dengan organisasi profesi. Seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dan Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI). Namun sebelum penjelasannya selesai, Cucun memotong pembicaraan dan mengkritik cara penyampaiannya.
“Kamu itu terlalu panjang. Saya enggak suka anak muda arogan seperti ini. Tidak perlu ahli gizi, program MBG tidak perlu kalian yang sombong seperti ini. Posisi pengawas gizi bisa diisi lulusan SMA yang dilatih selama tiga bulan dan disertifikasi,” kata Cucun.
Menyusul polemik itu, Kepala BGN, Dadan Hindayana menegaskan, profesi yang menjadi tulang punggung SPPG tetap harus memiliki latar belakang minimal sarjana. Dengan prioritas utama sarjana gizi.
“Sarjana gizi masih terbatas, sehingga BGN membuka peluang bagi lulusan bidang terkait seperti kesehatan masyarakat dan teknologi pangan. Setiap SPPG butuh orang yang paham gizi. Kalau bukan sarjana gizi, minimal dari bidang yang punya mata kuliah gizi,” ujar Dadan.
Ia membantah anggapan pelatihan singkat untuk lulusan SMA bisa menggantikan kompetensi ahli gizi.
Pernyataan Cucun memicu protes keras dari kalangan profesional gizi, khususnya Persagi. Mereka menilai, pernyataan tersebut merendahkan profesi ahli gizi dan mengancam kualitas layanan program MBG.
Organisasi profesi menekankan, proses asuhan gizi tidak bisa digantikan oleh pelatihan singkat. Apalagi menyangkut perhitungan kebutuhan nutrisi, manajemen dapur, keamanan pangan, hingga penanganan kelompok rentan.
Setelah kritik menguat, Cucun menyampaikan permohonan maaf dan klarifikasi melalui akun Instagram resminya. Cucun menegaskan maksud ucapannya adalah meluruskan usulan perubahan diksi dalam proses rekrutmen. Bukan merendahkan profesi gizi.
“Saya mohon maaf apabila pembahasan di dalam ruangan dianggap menyinggung profesi ahli gizi. Tujuan saya adalah memastikan perubahan istilah tidak menurunkan kualitas makanan bergizi dan pengawasannya,” pungkasnya. (aan/mzm)








