Mengapa 12 Tokoh Ajukan Amicus Curiae dalam Praperadilan Nadiem Makarim?

Mengapa 12 Tokoh Ajukan Amicus Curiae dalam Praperadilan Nadiem Makarim?
Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Sebanyak 12 tokoh antikorupsi dan hukum terkemuka mengajukan pendapat hukum atau amicus curiae dalam kasus Nadiem Makarim. Langkah ini bertujuan memberikan masukan kepada hakim agar proses penetapan tersangka dilakukan secara adil. Sementara itu, kuasa hukum Nadiem juga meminta kliennya dibebaskan dari tahanan.

Pendapat hukum tersebut disampaikan dalam permohonan praperadilan Nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025). Konsep amicus curiae merujuk pada pihak-pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara. Memberikan masukan hukum kepada majelis hakim, tanpa terlibat langsung dalam proses pembelaan atau penuntutan.

Bacaan Lainnya

“Amicus curiae ini bukan bentuk perlawanan, melainkan opini hukum. Ditujukan untuk membantu hakim melihat aspek-aspek penting dalam proses praperadilan. Khususnya terkait keabsahan penetapan tersangka,” seru Arsil, peneliti senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP).

Arsil menegaskan, inisiatif ini tidak hanya relevan bagi perkara Nadiem Makarim. Namun, juga menjadi pengingat bagi aparat penegak hukum untuk menjaga prinsip fair trial dan due process of law di Indonesia.

“Pendapat hukum ini tidak kami tujukan untuk membela satu orang. Kami ingin memastikan semua proses hukum berjalan adil dan transparan,” ujarnya Arsil yang juga menjadi salah satu pengusul amicus curiae.

Baca juga: KPK Dorong Transparansi Pengelolaan Dana Haji 2026 Usai Dapat Kuota 221 Ribu Jamaah

Dua belas tokoh yang menandatangani amicus curiae ini berasal dari berbagai latar belakang. Mulai dari mantan pimpinan KPK, akademisi, hingga aktivis antikorupsi. Yakni:

1. Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua KPK (2003–2007)
2. Arief T. Surowidjojo, mantan pimpinan KPK
3. Arsil, peneliti senior LeIP
4. Betti Alisjahbana, pegiat antikorupsi dan juri Bung Hatta Anti-Corruption Award
5. Erry Riyana Hardjapamekas, mantan pimpinan KPK (2003–2007)
6. Goenawan Mohamad, pendiri Tempo
7. Hilmar Farid, akademisi dan aktivis kebudayaan
8. Marzuki Darusman, Jaksa Agung periode 1999–2001
9. Nur Pamudji, mantan Direktur Utama PLN (2011–2014)
10. Natalia Soebagjo, anggota International Council of Transparency International
11. Rahayu Ningsih Hoed, advokat dan akademisi
12. Todung Mulya Lubis, pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW)

Amicus lainnya, Natalia Soebagjo mengatakan, isi utama pendapat hukum tersebut adalah pengingat bagi penegak hukum. Terutama agar berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“Pada saat seseorang dijadikan tersangka, harus ada bukti permulaan cukup dan relevan dengan tuduhannya. Penegak hukum harus bertindak profesional dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Dalam sidang perdana praperadilan, kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, meminta agar kliennya dibebaskan dari tahanan.

“Memerintahkan kepada termohon untuk melakukan rehabilitasi. Kemudian mengembalikan kedudukan hukum pemohon sesuai harkat dan martabatnya,” ujar Hotman di hadapan hakim PN Jakarta Selatan.

Nadiem diketahui mengajukan praperadilan setelah ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook oleh Kejaksaan Agung. Ia menilai, proses penetapan dirinya tidak sesuai prosedur hukum. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait