Malang, SERU.co.id – Soendari Batik Malang, sebuah usaha batik yang berdiri sejak 2013, terus berupaya melestarikan dan mengembangkan seni batik di Kota Malang. Selain mengembangkan bisnis, usaha batik ini juga menawarkan wisata edukasi pembuatan batik untuk mengasah kreativitas.
Direktur Soendari Batik, Satria Paramandana mengungkapkan, usaha ini terinspirasi dari buyutnya yang berasal dari keluarga pembatik di Tulungagung dan Mojokerto. Sang buyut yang hidup di era pra kemerdekaan Indonesia, menjual batik khas Kalangbret Tulungagung di Mojokerto.
“Saya ingin meneruskan warisan keluarga yang sempat terhenti setelah buyut saya meninggal. Nenek saya, Soendari, senang dengan kesenian sulam, dan ibu saya yang senang seni kriya tersebut terinspirasi untuk merintis usaha batik,” seru Satria, saat ditemui wartawan SERU di Griya Soendari Batik, Kamis (2/10/2025).
Soendari Batik memiliki tim inti sebanyak empat orang pekerja tetap dan sekitar empat pekerja lepas untuk mengatasi pesanan dalam jumlah besar. Produk yang dihasilkan meliputi batik cap dan batik tulis dengan motif klasik hingga kontemporer.
“Beberapa desain khas kami eksplorasi dari ikon-ikon Malang seperti Alun-alun Tugu, teratai dan topeng. Kami ingin, batik Malangan menjadi ikon kebanggaan yang dikenal di Tanah Air, disamping motif-motif klasik lainnya,” ungkapnya.
Satria memaparkan, roduk yang dijual beragam, mulai dari kain batik, baju, syal, hingga souvenir batik dengan harga bervariasi. Kain batik dijual mulai dari Rp200.000 hingga Rp5.000.000, sedangkan produk jadi tersedia mulai Rp30.000.
“Variasi harga tergantung dari jenis produk yang dijual dan tingkat kerumitan pembuatannya. Kami menerima pembelian satuan maupun pesanan dari instansi pemerintah, sekolah dan lembaga lainnya,” terangnya.
Batik yang dihasilkan dipasarkan di Malang Raya, sebagai sasaran utama penjualan. Namun, adakalanya dijual hingga pasar Malaysia bahkan hingga Filipina.
“Dalam sebulan, kami bisa menjual 50-100 pcs kain, meski jumlah tersebut tidak menentu tergantung pemesanan dan tingkat kerumitan. Tapi, yang paling banyak disamping penjualan adalah kunjungan untuk belajar membatik,” bebernya.
Diakuinya, salah satu tantangan utama yang dihadapi mengingat Malang bukan daerah yang identik dengan batik seperti Solo atau Pekalongan. Oleh karena itu, Soendari Batik tak hanya berfokus pada bisnis batik, tapi juga menyajikan wisata edukasi tentang pembuatan batik.
“Kami juga mengadakan program magang dan pelatihan, agar masyarakat dapat belajar proses pembuatan batik secara langsung. Ini adalah upaya kami menumbuhkan minat dan kecintaan terhadap batik sebagai warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO,” katanya.
Selain itu, Soendari Batik menyediakan batik kit dengah harga terjangkau yang bisa dibawa pulang oleh peserta pelatihan, sehingga mereka bisa berlatih di rumah. Dengan pendekatan wisata edukasi ini, Soendari Batik berharap bisa membangun kecintaan masyarakat terhadap seni kriya batik yang autentik, bukan sekadar produk printing bermotif batik.
“Dalam momen Hari Batik ini, mari kita tingkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri yang merupakan warisan leluhur ini. Hargai para pembatik dengan mengenakan batik yang autentik, yakni produk yang dihasilkan dengan proses membatik,” ucapnya. (bas/rhd)