Jakarta, SERU.co.id – Presiden RI Prabowo Subianto resmi memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya. Ketiganya sebelumnya telah divonis bersalah dalam kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara. Keputusan ini disampaikan Wakil Ketua DPR setelah menerima banyak aspirasi dan menelaah ulang proses penyelidikan.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, langkah rehabilitasi tersebut merupakan respons atas berbagai aspirasi yang disampaikan publik kepada parlemen.
“DPR menerima banyak masukan dari masyarakat dan kelompok masyarakat. Kami meminta komisi terkait melakukan kajian atas proses penyelidikan yang berlangsung sejak Juli 2024,” seru Dasco, dikutip dari Kompascom, Selasa (25/11/2025).
Menurutnya, komunikasi intens antara DPR dan pemerintah akhirnya berujung pada keputusan politik-hukum dari Presiden.
“Alhamdulillah, hari ini Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” katanya.
Sebagai informasi, Ira Puspadewi sebelumnya dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara. Ia juga didenda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang mencapai 8,5 tahun penjara. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara dugaan korupsi terkait Kerja Sama Usaha (KSU) dan proses akuisisi PT Jembatan Nusantara.
Dalam proses pembelaan, kuasa hukum Ira, Soesilo Aribowo menegaskan, keputusan korporasi tersebut dibuat secara profesional. Bahkan melibatkan banyak pihak, mulai dari tujuh konsultan hingga pengawasan dari BPKP dan Jamdatun. Ia menilai, sulit menemukan unsur kesengajaan atau niat jahat kliennya.
“Kalau dibilang masih ada mens rea, saya justru bertanya. Proses akuisisi dilakukan dengan sangat lengkap, melibatkan banyak institusi,” pungkas Soesilo, dilansir dari CNN Indonesia.
Dalam pleidoi persidangan pada 6 November 2025 lalu, sambil sesekali mengusap air mata, Ira bertutur:
“Aku pulang karena dipanggil negara. Tapi kini, negara menahanku”
“Aku lahir dari keluarga sederhana di Malang. Rumahku bocor, lantai tanah, atap menetes setiap kali hujan. Untuk sekolah aku sering tak punya uang untuk naik angkot.
Ayahku, anggota TNI AU, meninggal saat aku berusia 7 tahun. Ibuku pontang panting membesarkan 11 anak dengan satu pesan: Jujur dan disiplin sekolah, Nak. Kalau kamu berhenti belajar, mau jadi apa?
Dari kehidupan miskin itu, aku coba bangkit. Bersekolah hingga luar negeri. Dengan gelar MBA dari Asian Institute of Management, Filipina dan dapat gelar Doktor dari Universitas Indonesia.
Bekerja 17 tahun di perusahaan raksasa Amerika-GAP Inc. Hingga jadi Direktur Asia untuk merek GAP dan Banana Republic.
Tahun 2014, karirku sudah nyaman di luar negeri. Tapi Menteri BUMN waktu itu, Dahlan Iskan memintaku pulang. ‘Negeri ini butuh orang sepertimu’
Saya pulang tanpa ragu. Saya ingin menerapkan pengalaman dan profesionalitas kerja di luar negeri ke BUMN.
Di masa saya, alhamdulillah ASDP mecetak rekor laba tertinggi sepanjang sejarah. Tahun 2023 laba Rp637 miliar, setelah akuisisi PT Jembatan Nusantara. Tahun 2021- laba Rp326,3 miliar, sebelum akuisisi.
Digitalisasi tiket di ASDP menyelamatkan uang negara Rp5-8 miliar perhari. Modernisasi pelabuhan, kantor dan layanan jadi bersih efisien. Gaji karyawan naik hingga 30-40 persen membuat ASDP tak lagi dipandang BUMN pinggiran.
Semua itu terjadi berkat kerja tim dan juga karena pada tahun 2022, ASDP mengakuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Sebuah langkah besar yang menaikkan pangsa pasar ASDP 40 persen. ASDP punya lintasan 311 lintasan kapal, dan bisa melayani jalur perintis ke pulau terpencil lebih baik. Menteri BUMN waktu itu, Erick Thohir bahkan menyebut, ‘ASDP kini operator Feri terbesar dunia.’
Tapi dua tahun kemudian, semuanya runtuh. Saya dan dua rekan direktur ASDP dikriminalisasi dengan tuduhan korupsi Rp1,25 triliun. Diseret, ditahan, dicap koruptor. Karena jaksa menggunakan, yang kata Prof. Rhenald Kasali, hitungan tukang besi rongsokan untuk valuasi PT JN, bukan hitungan bisnis riil. Padahal laporan BPK dan BPKP tidak ada kerugian negara. PPATK juga bilang tak ada aliran uang ke pribadi.
Saya tidak korupsi. Saya tidak memperkaya diri sendiri. Juga buat apa saya mengorbankan integritas untuk memperkaya orang lain? Saya hanya bekerja untuk kemajuan negeri ini.
Apakah Bangsa ini sudah lupa cara menghargai orang jujur? Apakah profesional yang berprestasi harus selalu dicurigai?” (aan/ono)








