Surabaya, SERU.co.id – Forum Dosen Indonesia (FoRDESI) menyatakan dukungan penuh terhadap sikap tegas pemerintah Indonesia yang menolak memberikan visa bagi atlet Israel yang akan bertanding dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada Oktober 2025.
Ketua Umum FoRDESI, Dr. Sholikh al Huda, M.Fil.I, yang juga Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya, menegaskan bahwa keputusan pemerintah tersebut merupakan bentuk nyata dari komitmen konstitusional dan moral bangsa Indonesia dalam menegakkan amanat UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila yang menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi.
Menurut Dr. Sholikh, keputusan menolak kehadiran atlet Israel bukan semata persoalan diplomasi olahraga, melainkan tindakan berprinsip yang mencerminkan konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan global.
“UUD 1945 dengan tegas menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan harus dihapuskan. Sikap pemerintah menolak atlet Israel merupakan perwujudan nyata dari amanat konstitusi itu,” ujarnya.
Dr. Sholikh menilai bahwa mengizinkan kehadiran kontingen Israel dalam ajang olahraga internasional di Jakarta akan menjadi bentuk inkonsistensi terhadap komitmen politik luar negeri bebas aktif Indonesia yang selalu berpihak pada perjuangan rakyat Palestina. Ia menegaskan, “Saat ini Israel tengah melakukan tindakan penjajahan dan genosida terhadap rakyat sipil di Gaza. Tidak pantas bagi Indonesia—sebagai bangsa yang berdaulat, beradab, dan menjunjung tinggi kemanusiaan—memberikan ruang bagi negara penjajah untuk tampil di panggung olahraga nasional.”
FoRDESI juga mengapresiasi keberanian pemerintah dalam mengambil sikap yang sejalan dengan semangat solidaritas global terhadap Palestina. Menurut Dr. Sholikh, nilai sportivitas dalam olahraga memang penting, namun tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral terhadap kemanusiaan.
“Olahraga mengajarkan perdamaian, tetapi tidak boleh dijadikan sarana normalisasi bagi pelaku penjajahan dan pelanggar hak asasi manusia. Sikap tegas Indonesia justru menegaskan bahwa perdamaian tidak dapat dicapai dengan mengabaikan keadilan,” tambahnya.
Sebagai organisasi intelektual yang menghimpun para akademisi di berbagai perguruan tinggi, FoRDESI menyerukan kepada seluruh elemen bangsa—terutama kalangan kampus dan mahasiswa—untuk memperkuat dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina melalui pendidikan, advokasi, penelitian, dan gerakan sosial yang berpihak pada keadilan.
“Ini bukan soal kebencian terhadap bangsa tertentu, tetapi tentang komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal. Selama Israel masih menindas rakyat Palestina, Indonesia harus tetap berdiri di sisi yang benar,” tegas Dr. Sholikh.
Lebih jauh, FoRDESI menilai bahwa keputusan pemerintah ini menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk menegaskan kembali identitas moralnya di tengah arus globalisasi yang sering kali menormalkan ketidakadilan. Indonesia, kata Dr. Sholikh, tidak boleh kehilangan jati diri sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kemerdekaan, perdamaian, dan solidaritas antarmanusia.
Dengan demikian, dukungan FoRDESI terhadap sikap pemerintah menolak atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam 2025 bukan hanya ekspresi politik, tetapi juga pernyataan moral dan konstitusional bangsa Indonesia untuk terus berdiri tegak bersama rakyat tertindas di Palestina—sejalan dengan semangat Pancasila dan UUD 1945, serta cita-cita luhur untuk mewujudkan perdamaian dunia yang berkeadilan. (*/ono)