Malang, SERU.co.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang memaparkan, peningkatan angka stunting di Kota Malang. Menyikapi hal tersebut, pihaknya melibatkan perguruan tinggi dalam program kolaboratif bertajuk Kabar Penting (Kampus Bergerak Peduli Stunting).
Kepala Dinkes Kota Malang, dr Husnul Muarif mengungkapkan, program ini bertujuan untuk menekan angka stunting di wilayahnya. Program ini menggandeng 27 perguruan tinggi berbasis kesehatan guna memperkuat upaya pembinaan dan pemantauan langsung di masyarakat.
“Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, angka stunting di Kota Malang mengalami kenaikan. Tercatat sebesar 22,4 persen, naik dari 17 persen pada tahun sebelumnya,” seru Husnul, Selasa (12/8/2025).
Dinkes Kota Malang melakukan evaluasi terkait keterlibatan semua OPD dan instansi dalam mengatasi stunting. Namun yang belum dilibatkan dengan optimal adalah perguruan tinggi.
“Maka dari itu, kami libatkan mereka melalui program Kabar Penting, khususnya yang memiliki basis kesehatan. Melalui program ini, setiap kampus akan dilibatkan dalam pemantauan untuk membantu Dinkes Kota Malang,” ujarnya.
Dalam program ini, 27 perguruan tinggi akan diterjunkan ke 57 kelurahan di Kota Malang. Setiap perguruan tinggi akan membina 2–3 wilayah dengan dukungan organisasi profesi seperti IDI, IBI dan PPNI.
Program ini melibatkan mahasiswa tingkat akhir dari berbagai program studi seperti kedokteran, kebidanan, keperawatan, gizi dan kesehatan masyarakat. Mereka akan dilibatkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang fokus pada edukasi dan penanganan stunting.
“Harapannya, akhir 2025 nanti angka stunting kita bisa turun mendekati rata-rata nasional. Paling tidak bisa turun di kisaran 14–17 persen,” tambahnya.
Evaluasi program akan dilakukan setiap dua bulan, dengan pelaporan progres dan rencana tindak lanjut dari masing-masing kampus. Program ini juga akan dirancang secara sistematis dan dimulai pelaksanaannya pada Agustus 2025.
Meski data bulan timbang menunjukkan prevalensi stunting hanya 8,1 persen, dr. Husnul menegaskan, angka acuan nasional tetap berasal dari hasil SSGI. Pasalnya, metode surveinya lebih terstandar meskipun berbasis sampling.
Beberapa wilayah menjadi atensi, karena tingginya angka stunting seperti Kelurahan Mergosono, sementara wilayah seperti Rampal Celaket tercatat memiliki angka yang lebih rendah. Oleh karena itu, pendekatan dan jumlah mahasiswa yang diterjunkan akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing kelurahan.
“Kami baru menggandeng 27 dari total 67 perguruan tinggi di Kota Malang. Ke depan, targetnya seluruh kampus bisa terlibat, agar upaya penurunan stunting bisa lebih merata dan masif,” tutup pria yang pernah menjadi Jubir Satgas Covid-19 Kota Malang itu. (bas/rhd)