Surabaya, SERU.co.id – Gubernur Jawa Timur bersama Kapolda Jatim dan Pangdam V/Brawijaya resmi menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) terkait penggunaan sound system atau sound horeg. Aturan ini mengatur pembatasan tingkat kebisingan, ukuran perangkat, waktu penggunaan dan ketentuan perizinan. Keputusan tersebut pun menuai pro kontra di kalangan masyarakat.
Dalam SEB tersebut, batas kebisingan untuk kegiatan statis seperti konser atau acara kenegaraan ditetapkan maksimal 120 dBA. Sementara untuk kegiatan nonstatis seperti karnaval atau unjuk rasa dibatasi hingga 85 dBA. Aturan juga memuat larangan menyalakan sound system saat melewati tempat ibadah, rumah sakit, prosesi pemakaman, hingga sekolah saat kegiatan belajar mengajar.
Sekretaris MUI Jawa Timur, KH Hasan Ubaidillah menegaskan, SEB ini sejalan dengan Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2025. Yakni mengharamkan penggunaan sound horeg jika mengandung unsur idza (mengganggu ketertiban umum) dan dhoror (membahayakan).
“Batas kebisingan sudah mengikuti regulasi WHO, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kesehatan. Unsur norma agama, kesusilaan, dan ketertiban umum juga tercover,” seru Ubaidillah, dikutip dari CNN, Selasa (12/8/2025).
Pengamat kebijakan publik STIA Malang, Alie Zainal menilai, SEB ini belum mencerminkan kondisi riil di lapangan. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak berbasis bukti (evidence-based policy) karena tidak menggunakan data valid dari masyarakat.
“Ambang batas aman suara sebenarnya hanya 80 dBA. Angka 120 dBA itu terlalu tinggi dan berpotensi membahayakan kesehatan,” tegasnya.
baca juga: Sound Horeg Tak Dilarang, Pemprov Jatim Pertimbangkan Aturan Ketertiban
Dukungan datang dari Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim, dr Agung Mulyono. Sebagai dokter, ia mengapresiasi kebijakan ini demi kesehatan pendengaran masyarakat.
“Paparan suara di atas 85 dBA selama lebih dari 8 jam bisa merusak pendengaran permanen. Pada 120 dBA, kerusakan bisa terjadi hanya dalam hitungan menit. Kebisingan ekstrem juga dapat memicu stres, gangguan tidur, hipertensi, hingga risiko penyakit jantung,” pungkasnya. (aan/mzm)