Surabaya, SERU.co.id – Komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur menyoroti berbagai tantangan sosial akibat perkembangan teknologi digital dalam rapat paripurna, Kamis (6/11/2025). Juru Bicara Komisi A, H. Agus Cahyono, S.HI, M.HI menyampaikan penjelasan pimpinan komisi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Kedua atas Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat.
Agus Cahyono menjelaskan, pembahasan Raperda ini berfokus pada tiga isu strategis, yakni maraknya perjudian dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi, penggunaan pengeras suara berlebihan (sound horeg), serta peredaran pangan tercemar. Ketiga isu tersebut dinilai sebagai bentuk respons DPRD terhadap dampak negatif perkembangan teknologi yang mengancam ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Ia menegaskan, judi dan pinjaman ilegal berbasis teknologi menjadi ancaman serius bagi ketenteraman sosial dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur, terutama kalangan muda dan rentan. Berdasarkan data Polda Jawa Timur, tercatat sekitar 135.227 warga terlibat dalam aktivitas judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp1.051 triliun, menempatkan Jawa Timur di posisi keempat secara nasional.
“Kondisi ini menunjukkan perlunya regulasi daerah yang efektif dan adaptif untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif perkembangan teknologi informasi,” ujar Agus.
Selain itu, Komisi A juga menyoroti penggunaan pengeras suara yang melebihi batas kewajaran. Aktivitas tersebut dinilai tidak hanya mengganggu kenyamanan masyarakat, tetapi juga berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan konflik sosial.
Selama ini, imbauan pemerintah melalui surat edaran belum efektif karena tidak memiliki kekuatan hukum. Oleh sebab itu, diperlukan pengaturan tegas melalui peraturan daerah yang bersifat mengikat.
Fokus lain dalam Raperda ini adalah peredaran pangan tercemar dan pangan non-pangan berisiko tinggi yang berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat. Agus menambahkan, sejumlah daerah di Jawa Timur memang telah mengeluarkan surat edaran pembatasan, namun efektivitasnya masih rendah karena belum memiliki dasar hukum yang kuat.
“Maka perlu ada Perda yang secara eksplisit melarang produksi dan peredaran pangan tercemar maupun pangan berbahan non-pangan,” jelasnya.
Raperda perubahan ini disusun untuk menyesuaikan dengan dinamika sosial akibat perkembangan teknologi digital, sekaligus memperkuat komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Melalui revisi ini, DPRD Jatim berharap ada penguatan regulasi dalam ruang digital, pencegahan praktik ilegal, serta pemberdayaan masyarakat agar lebih aktif menjaga ketertiban bersama.
“Raperda ini mencerminkan komitmen bersama antara DPRD dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Agus Cahyono. (arc/ono)








