Pro Kontra Pilkada Lewat DPRD Menguat, Efisiensi Biaya Versus Kedaulatan Rakyat

Pro Kontra Pilkada Lewat DPRD Menguat, Efisiensi Biaya Versus Kedaulatan Rakyat
Ilustrasi Pilkada. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Wacana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD menuai pro dan kontra. Presiden Prabowo dan Bahlil menyebut efisiensi biaya politik menjadi dalih utama. Sementara sejumlah pengamat menilai usulan tersebut tidak menyentuh akar persoalan mahalnya ongkos politik, bahkan berpotensi memperkuat dominasi elite partai.

Dalam pidatonya, Prabowo menilai, pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat memangkas biaya politik. Masyarakat tak perlu lagi terlibat dalam proses pemilihan yang terpisah dari pemilihan legislatif.

Bacaan Lainnya

“Kalau sudah sekali memilih DPRD kabupaten dan DPRD provinsi. Ya kenapa tidak langsung saja pilih gubernurnya dan bupatinya, selesai,” seru Prabowo, dikutip dari detikcom, Senin (8/12/2025).

Sejalan dengan Prabowo, Bahlil Lahadalia mengusulkan agar pilkada kembali dipilih lewat DPRD. Ia menyebut, sistem pilkada langsung saat ini terlalu kompleks dan menyedot energi besar.

“Banyak pro dan kontra, tapi setelah kita kaji, alangkah baiknya memang kita lakukan pemilihan lewat DPRD kabupaten dan kota. Namun perlu kajian mendalam sebelum wacana ini diformalkan dalam undang-undang,” ungkapnya.

Sementara itu, Komisi II DPR menyatakan kesiapan untuk membahas usulan pilkada lewat DPRD. Lewat revisi UU Pemilu yang direncanakan mulai dibahas pada 2026. Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin menyebut, setiap usulan perubahan sistem pemilu patut dikaji secara serius demi mencari formula terbaik.

“Komisi II siap membicarakan hal tersebut dalam penyusunan perubahan UU Pemilu,” kata Zulfikar, dilansir CNN Indonesia.

RUU Pemilu sendiri telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026. Nantinya akan dibahas dalam satu paket kodifikasi bersama sejumlah RUU politik lainnya. Termasuk RUU Pilkada dan RUU Partai Politik.

Senada, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf mengatakan, pembahasan RUU Pemilu menjadi prioritas karena tahapan pemilu akan dimulai pada 2027. Namun, ia mengingatkan, RUU Pilkada belum tentu dibahas dalam waktu dekat.

“Kita masih terikat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135 yang mengamanatkan pemisahan pilkada dari pemilu nasional,” ujar Dede.

Dari kalangan partai politik, PDI Perjuangan menyatakan sikap hati-hati. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menegaskan, partainya masih melakukan kajian terhadap usulan tersebut.

“PDI Perjuangan terus melakukan kajian. Setiap sistem tentu memiliki plus dan minus. Yang kami cari adalah mana yang paling membawa manfaat bagi rakyat,” kata Hasto.

Hasto menambahkan, terpenting adalah kepala daerah mampu melahirkan kebijakan politik. Khususnya yang berdampak langsung pada percepatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan sosial.

Namun, wacana ini mendapat kritik tajam dari kalangan pengamat. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, gagasan Pilkada lewat DPRD keliru dan tidak menyentuh akar persoalan tingginya ongkos politik.

Lucius menyebut argumentasi efisiensi yang dikemukakan Prabowo maupun Bahlil tidak memiliki dasar empiris kuat. Menurutnya, gagasan ini justru mencerminkan kepentingan segelintir elite. Khususnya yang enggan bersusah payah memperoleh mandat langsung dari rakyat.

“Soal Pilkada dipilih DPRD, wacana ini seperti pilihan orang-orang frustrasi. Orang-orang yang rakus jabatan tetapi tak mau repot meyakinkan pemilih,” tegas Lucius, dilansir dari Tempo.

Ia juga membantah anggapan, pemilihan lewat DPRD akan otomatis menghilangkan politik uang. Menurut Lucius, praktik mahar politik justru selama ini mengakar kuat di internal partai.

“Tuntutan Parpol untuk membeli kursi sebagai syarat calon itu yang menyebabkan ongkos politik mahal,” ujarnya.

Lucius menilai, problem utama pembiayaan politik bukan terletak pada pemilih. Melainkan pada karakter partai politik yang pragmatis dan enggan berbenah. Ia mempertanyakan jaminan Pilkada melalui DPRD akan lebih bersih.

“Kalau partai sudah beres, rasanya mudah mengharap proses Pilkada yang bermartabat,” pungkas Lucius. (aan/mzm)

 

disclaimer

Pos terkait

iklan KKB Bank jatim