Malang, SERU.co.id – Sepekan layanan Trans Jatim Koridor 1 Malang Raya beroperasi berdampingan bersama angkot (angkutan kota), moda transportasi publik sejak 1989. Di balik operasional kedua moda transportasi tersebut, terselip kisah suka duka, realita dan solusi di masa mendatang. Khususnya para sopir kedua moda transportasi yang kesehariannya menyusuri kerasnya jalanan.
Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Angkot Kota Malang, Stefanus Hari Wahyudi membenarkan, kehadiran Trans Jatim sangat dirasakan dampaknya. Tak hanya antusias masyarakat menjajal Trans Jatim, tapi juga dampaknya terhadap pendapatan sopir angkot.
”Kalau dari segi pendapatan memang menurun selama satu pekan ini. Tapi rekan-rekan bisa memahami, karena (program Trans Jatim, red) ini upaya pemerintah memberikan layanan transportasi publik dan solusi mengatasi kemacetan,” seru Sam Obek, sapaannya, Rabu (26/11/2025).
Kendaraan yang dulu dipenuhi kerumunan massa itu perlahan sepi seiring beralihnya masyarakat ke kendaraan pribadi. Uang setoran yang dahulu tak membebani pikiran, kini menjadi beban keseharian. Antara jumlah pendapatan minim dan kebutuhan di rumah kian mendesak, menuntut dapur harus tetap mengepul.
Tak jarang terlihat, satu kendaraan umum hanya mengangkut 1-2 penumpang saja. Bahkan di sekitar Terminal Arjosari, sejumlah angkot tampak berjejer begitu saja, lapuk dimakan usia dan tak dilirik banyak orang.
Sejak awal peluncuran Trans Jatim sebagai solusi pemecah kemacetan berbasis aglomerasi Malang Raya. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim dan pemerintah daerah di Malang Raya berkeinginan menarik kembali minat masyarakat terhadap penggunaan transportasi publik.
Meski eksistensi angkot tak seperti era kejayaannya dulu, Sam Obek optimis, upaya pemerintah menjaga eksistensi transportasi publik akan membuahkan hasil. Bukan hanya soal Trans Jatim, tapi juga dalam hal pemberdayaan sopir angkot, sebagaimana dijanjikan sebelum layanan Trans Jatim beroperasi. Itulah janji akan kebijakan yang tidak berat sebelah, tapi juga harus pro kepada rakyat kecil.
”Sudah ada konsepnya (pemberdayaan sopir angkot, red). Makanya Trans Jatim ini akhirnya meluncur, karena konsep-konsep itu sudah ada dan ditawarkan ke pengurus-pengurus jalur angkot,” ungkapnya.
Pria yang sudah menjadi sopir angkot sejak 1989 silam itu pun menerangkan, pemerintah menawarkan konsep feeder, angkutan pengumpan menuju rute Trans Jatim. Selain itu, mencuat rencana pemanfaatan angkot menjadi angkutan pelajar gratis di Kota Malang. Ia menyebutkan, angkutan pelajar akan disiapkan sebanyak 80 armada, sementara feeder sebanyak 100 armada se-Malang Raya.
”Untuk rekan-rekan sopir angkot yang saat ini belum menjadi driver Trans Jatim, tetap kami data. Apabila nanti ada rekan-rekan driver yang mungkin ada halangan, mengundurkan diri, dan lain sebagainya bisa menggantikan. Atau mendaftarkan diri kalau ada pembukaan koridor kedua dan seterusnya di Malang Raya,” jelas pria yang tinggal di Gadang itu.
Meski demikian, bagi Sam Obek sendiri, tak ada keinginan bergabung dengan Trans Jatim. Disamping faktor usia yang tak lagi muda, ia merasa telah mendapatkan mandat mewakili rekan-rekan sejawatnya dari setiap jalur/trayek angkot di forum yang diketuainya. Sebuah dedikasi tinggi atas kepercayaan dan komitmen pada komunitas sosial, dengan mengabaikan kebutuhan pribadi dapur rumah tangga.
Sam Obek hanya menanti realisasi janji pemerintah, untuk kepastian nasib para sopir angkot ke depan. Agar hidup lebih terjamin sejahtera dan dapur tetap mengepul.
Di sisi lain, kehadiran Trans Jatim dinilai membawa berkah bagi seorang mantan sopir angkot, Samsul Arifin. Dikisahkannya, dahulu ia menjadi pengemudi angkot jurusan AMG (Arjosari- Merjosari – Gadang), yang bertransformasi menjadi AMH (Arjosari – Merjosari – Hamid Rusdi).
“Saya dulu sopir angkot, terus pindah ke Trans Jatim. Sebelumnya, saya daftar dulu dan ada tesnya, termasuk mengoperasikan bus ini dan wajib punya SIM B1 bagi pendaftar,” bebernya.
Tercatat, sebanyak 30 sopir angkot di Malang Raya, dari setiap jalur bergabung dengan Trans Jatim. Seleksi ketat diikuti, seperti mengisi soal, tes kesehatan, melengkapi SKCK dan lain-lain, kurang lebih selama satu minggu.
“Saya memang ingin ganti jadi sopir Trans Jatim. Kalau Angkot kan selalu terbebani kejar setoran, padahal jumlah penumpang tak pasti,” imbuhnya.
Kini, Samsul merasa lebih lega, lantaran mendapatkan penghasilan dengan sistem gaji, tak lagi berpikir kejar setoran. Pria yang tinggal di Kotalama itu berharap, profesi yang ditekuninya saat ini membuat taraf ekonominya menjadi lebih baik.
Pemberdayaan Sopir Angkot: Merawat Eksistensi melalui Program Berkelanjutan
Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memberdayakan sopir angkot, bukan sekadar target menjalankan program. Wacana menghadirkan feeder Trans Jatim maupun angkutan pelajar gratis, mendorong perlunya peremajaan angkutan kota yang ada.
Diakui Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, hasil evaluasi sistem angkot menunjukkan, dari 25 trayek tersisa 18 yang masih aktif. Di samping itu, sebanyak 60 persen sarana kendaraan dinilai masih layak.
“60 persen diantaranya masih layak. Maka, nanti bisa kami lakukan re-routing semua trayek sesuai perkembangan kota,” terangnya.
Jaya menjelaskan, kajian Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) akan diperkuat legalitasnya melalui Peraturan Wali Kota Malang (Perwal). Aturan tersebut akan mengatur penataan transportasi di Kota Malang, meskipun proses pelaksanaannya bertahap.
“Setiap daerah, baik kota maupun provinsi, perlu memiliki Tatralok sebagai acuan perencanaan. Di dalamnya diatur mengenai sistem transportasi yang akan diterapkan, dengan prioritas pada penggunaan transportasi publik. Namun, penerapannya akan dilakukan secara bertahap,” sambungnya.
Jaya menyebut, rencana pengoperasian feeder bagi Trans Jatim masih dalam tahap pembahasan bersama Pemprov Jatim, selaku penanggungjawab Trans Jatim. Ini merupakan bagian dari upaya menghadirkan transportasi publik yang efisien.
Adapun terkait rencana pengoperasian angkutan pelajar, masih menjadi pembahasan Dishub Kota Malang, yang telah disampaikan kepada Disdikbud Kota Malang. Nantinya, angkutan pelajar akan menggunakan skema BTS, yakni model subsidi pembelian layanan kepada operator. Nantinya pemerintah membiayai operator angkutan umum, sehingga pelajar bisa mengakses secara gratis.
“Teknisnya kami susun pada tahun 2026. Makanya perlu dibahas dulu, bersama DPRD Kota Malang untuk penganggarannya,” paparnya.
Terpisah, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita mengatakan, ia mendukung pemberdayaan angkot. Penerapan konsep feeder maupun angkutan pelajar dinilai solutif, untuk menjangkau wilayah-wilayah di luar jangkauan Trans Jatim maupun memudahkan akses pelajar.
“Ini kan semangatnya supaya orang yang biasa pakai kendaraan pribadi bersedia menggunakan kendaraan umum. Dari DPRD Kota Malang akan ada support anggaran kurang lebih Rp2 miliar. Sebagian anggaran itu nanti untuk peremajaan angkot, BTS dan lain-lain,” pungkasnya. (bas/rhd)








