Malang, SERU.co.id – DPRD Kota Malang menggelar hearing bersama Dinkes Kota Malang, sejumlah pihak rumah sakit dan BPJS Kesehatan. Hearing tersebut membahas maraknya keluhan layanan BPJS Kesehatan yang dinilai kurang sosialisasi, hingga perlunya evaluasi kebijakan pusat.
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Suryadi mengungkapkan, ada berbagai permasalahan yang dikeluhkan peserta BPJS. Ia menyebut, faskes pertama seringkali tutup pada hari libur, terutama Puskesmas.
“Dalam situasi tersebut, pasien terpaksa harus ke rumah sakit. Saat di UGD harus membayar jika dianggap tidak ada kegawatdaruratan medis,” seru Suryadi, saat hearing, Kamis (2/9/2025).
Belum lagi, saat ada pasien yang ditolak di UGD dengan alasan penuh, sedangkan pasien yang membayar umum diterima. Ada pula pasien yang mengalami kesulitan antrean kuota penuh dan tidak bisa pindah rumah sakit.
“Obat untuk penyakit kronis sering kosong, menunggu berhari-hari berkali-kali dicek ke apotek masih belum ada. Belum lagi jika ada biaya tambahan, apabila resep tidak ditanggung BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Yang paling menjadi sorotan, kebijakan rawat inap kaku dan prosedur laboratorium yang lama. Terdapat keluhan saat pasien dipulangkan dengan alasan regulasi, walaupun kondisi sebenarnya masih memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Kebijakan layanan ini juga kerap dikeluhkan berubah-ubah dengan sosialisasi yang kurang.
“Kesehatan adalah prioritas utama masyarakat Kota Malang. Terkait keluhan dan layanan yang kurang, kami merasa ini perlu menjadi atensi, agar BPJS Kesehatan di Kota Malang menyuarakan aspirasi ke pusat,” tuturnya.
Senada, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menegaskan, setiap kebijakan memiliki ruang untuk dievaluasi. Aspirasi dan keluhan masyarakat yang dihimpun selama ini menjadi rekomendasi penting untuk kebijakan BPJS Kesehatan yang lebih baik.
“Kami memahami bahwa BPJS merupakan organisasi vertikal dengan kebijakan terpusat. Namun kami berharap aspirasi ini bisa menjadi bahan evaluasi dan perbaikan secara optimal,” jelasnya
Mia menyebut, kurang maksimalnya sosialisasi layanan dan ketentuan JKN menjadi salah satu masalah utama yang perlu segera diatasi. Ia menekankan, tidak sedang menjudge bahwa kebijakan yang berlaku tidak baik, melainkan perlu evuasi untuk pelaksanaan yang baik.
“Artinya ini sebetulnya merupakan rekomendasi untuk kebijakan secara menyeluruh yang perlu disuarakan ke pusat BPJS Kesehatan. Adapun di tingkat daerah, sosialisasi harus dilakukan dengan masif, mengingat masyarakat adalah user atau pengguna layanan,” tegasnya.
Diakuinya, masyarakat kerap mengalami kebingungan dan ketidaknyamanan dalam menerima layanan kesehatan. Maka, DPRD Kota Malang akan menindaklanjutinya dengan diskusi lanjutan bersama lebih banyak rumah sakit mitra BPJS Kesehatan.
“Pertemuan lanjutan sangat penting untuk berdiskusi bersama dan membahas penerapan aturan pelayanan yang lebih baik. Kita perlu mengevaluasi dan menyamakan persepsi demi peningkatan kualitas layanan” ujarnya.
Kepala BPJS Cabang Malang, Yudhi Wahyu Cahyono menuturkan, pihaknya menerima masukan dan catatan dewan. Ia menyatakan, pentingnya sosialisasi masif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap program layanan dan ketentuan yang berlaku
“Masih banyak yang belum memahami, sehingga kami akan melakukan evaluasi bersama DPRD. Kami akan melakukan sosialisasi secara berkelanjutan, agar informasi terbaru dapat tersampaikan dengan baik,” ujar Yudhi.
BPJS Kesehatan juga akan melakukan koordinasi dengan pihak rumah sakit mitra terkait layanan yang harus dijalankan sesuai regulasi. Pada intinya, pihaknya akan memastikan bagaimana pelayanan berjalan optimal.
“Soal antrean, memang kita harus melihat bagaimana tingkat kebutuhan masyarakat. Kalau dari sisi tempat itu cukup sebetulnya, tapi dari sisi apakah terkait dengan layanan yang disediakan harus kita lihat bersama untuk mengantisipasi penumpukan antrean,” paparnya.
Yudhi menegaskan, aturan yang berlaku merupakan ketetapan dari BPJS Kesehatan di pusat. Pihaknya di daerah hanya sebagai pelaksana dan tidak boleh mengubah aturan.
“Kami hanya pelaksana, jadi tidak boleh membuat aturan sendiri apalagi melakukan tindakan yang berlawanan dengan aturan. Namun, setiap aspirasi dapat kami tampung untuk kami sampaikan ke pusat,” pungkasnya. (bas/rhd)