*)Oleh: Nashrul Mu’minin
Content writer Yogyakarta
Di tengah sorotan kamera smartphone dan hiruk-pikuk jagat media sosial, Malam Muharram 1447 H menorehkan sejarah baru. Untuk pertama kalinya, konten religi mendominasi ruang digital, menyalip topik selebriti yang biasanya menduduki trending. Tagar #HijrahZamanNow meraih lebih dari 2,3 juta mention hanya dalam 12 jam sejak malam 1 Muharram — bukti bahwa nilai-nilai spiritual kini punya panggung utama di era digital.
Transformasi ini bukan hadir tiba-tiba. Kembali ke tahun 2020, saat pandemi memaksa dunia berhenti sejenak, Muhammadiyah menciptakan program “Muharram Virtual” yang langsung disambut antusiasme 50 ribu peserta. Menariknya, 60% di antaranya adalah anak muda berusia 18–25 tahun—kelompok usia yang sebelumnya jarang terlihat di kajian-kajian konvensional.
Masuk ke 2022, tren ini semakin menggeliat. Program-program seperti “Hijrah Challenge” dan “Tadarus Digital” mendominasi linimasa, dengan total 1,2 juta engagement. Sebuah survei pun mengungkap, 78% Gen Z memaknai hijrah sebagai perubahan pola pikir, bukan sekadar perubahan penampilan.
Hijrah di TikTok, Engagement Melejit 300%
Tahun 2023 jadi titik lompatan besar. Kolaborasi ustaz muda dan kreator konten melahirkan lebih dari 2.500 video bertema hijrah yang viral di TikTok. Hasilnya mencengangkan—engagement-nya mencapai 300% lebih tinggi dibanding konten hiburan biasa!
Tahun 2024, giliran program “Hijrah Digital” Muhammadiyah memecahkan rekor. Dalam 10 hari, jangkauan digitalnya mencapai 3,4 juta netizen, dengan pendekatan visual storytelling yang terbukti 87% lebih efektif dalam menyampaikan pesan moral ketimbang metode ceramah tradisional.
Masuk tahun 2025, lahirlah konsep “Hijrah 5.0” yang mengintegrasikan nilai spiritual dengan pengembangan diri. Lebih dari 850.000 peserta aktif terlibat dalam gerakan ini. Yang membanggakan, 55% kreatornya adalah perempuan muda—tanda bahwa ruang dakwah digital semakin inklusif dan memberdayakan.
Namun di balik semua angka gemilang ini, ada pekerjaan rumah besar: riset terbaru menunjukkan hanya 30% partisipan yang konsisten menjalani perubahan usai momentum Muharram. Ini menjadi pengingat bahwa hijrah digital tak cukup berhenti pada viralitas.
Tiga Pelajaran dari Malam Muharram Digital;
- Nilai-nilai ilahi tetap bisa dikemas dalam bahasa Gen Z tanpa kehilangan makna
- Media sosial bukan sekadar hiburan—tapi alat transformasi spiritual yang luar biasa.
- Tantangan terbesar bukan memulai hijrah, tapi mempertahankannya.
Malam Muharram digital ini mengajarkan satu hal penting: like dan share bukan ukuran keberhasilan hijrah, tapi kedalaman transformasi yang terjadi dalam hati.
Mari jadikan semangat #HijrahZamanNow bukan sekadar tren, tapi gerakan hidup. Bukan cuma muncul di timeline, tapi juga tertanam dalam keseharian kita. (*)