Naiknya Harga BBM

Naiknya Harga BBM
Ilustrasi. (ist)

Muh. Othniel Frizzy Zacky Aqeela
Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang

Konflik Rusia – Ukraina masih terus berlanjut dan belum menemukan titik terang terkait jalan damai. Konflik kedua negara menjadi atensi dunia mengingat cukup memberikan dampak pada tingkat kestabilan perekonomian terutama harga minyak dunia. Embargo yang diberlakukan Amerika dan sekutunya terhadap Rusia mejadikan permintaan terhadap minyak meningkat secara signifikan sehinga memicu kenaikan harga minyak dunia. Minyak sebagai komoditi primer dan menjadi motor penggerak dunia usaha sehingga kenaikan harga minyak dunia menjadi ancaman serius bagi negara-negara di dunia terutama negara maju dan negara bekembang dimana dunia industri yang menjadi penopang perekonomian mereka sangat bergantung pada minyak.

Bacaan Lainnya

Seperti yang kita tahu bahwa pada tanggal 3 September 2022 Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diantaranya Solar, Pertalite dan Pertamax dengan rincian:

·       Harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter

·       Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter

·       Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter

Hal ini dilakukan Pemerintah dalam rangka merespon kenaikan harga minyak dunia yang semakin tidak terkendali yang tentu saja kondisi ini akan berpengaruh pada anggaran subsidi energi (BBM) yang akan semakin membengkak. Selain faktor kenaikan Indonesia Crude Price (ICP), kenaikan peningkatan konsumsi BBM sehingga juga berperan meningkatkan alokasi anggaran subsidi BBM pada tahun 2022. ICP asumsi pada APBN 2022 yang pada awalnya ditetapkan hanya pada kisaran $63/barel meningkat tajam menjadi $100/barel. Sekali lagi ini merupakan imbas dari sanksi yang diberikan kepada Rusia sebagai salah satu produsen minyak dunia.

Kenaikan harga BBM itu pun mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya pengamat energi Sofyano Zakaria. Menurut dia, harga BBM bersubsidi memang sudah dinaikan, untuk solar menjadi Rp 6.800 sedangkan Pertalite naik menjadi Rp 10 ribu, tetapi harga tersebut masih di bawah harga keekonomian. Kondisi ini, masih berpotensi terjadinya penyelewengan, khususnya pada solar. Keluh kesah para pengendara kendaraan bermotor juga masih terus bermunculan sejak kenaikan harga BBM ini. Tidak sedikit pengendara yang sebelumnya menggunakan bahan bakar Pertamax kini mulai beralih ke Pertalite. Hal ini salah satunya berdampak pada panjangnya antrean di stasiun pengisian bahan bakar umum. Melihat kondisi demikian, tak jarang pengendara justru beralih dari BBM Pertamina, salah satunya ke SPBU milik Vivo, perusahaan swasta milik PT Vivo Energy Indonesia. Para pengendara merasa antrian di SPBU Vivo lebih cepat walaupun harganya lebih mahal Rp 1.000, tapi antriannya lebih manusiawi.

Banyak dampak yang dirasakan dari naiknya harga BBM. Seperti dari sisi ekonomi, kenaikan harga BBM jelas akan mendorong kenaikan biaya produksi, mendorong inflasi (cost push inflation) yang pada gilirannya akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil dan konsumsi rumah tangga. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (sekitar 50%) dan merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara sektoral, sektor-sektor yang banyak menggunakan BBM pasti akan mengalami kontraksi yang paling tinggi terutama sektor angkutan darat, angkutan laut, angkutan kereta api, jasa kurir dan pengiriman. Dampak tersebut sangat berpengaruhi, maka untuk bertahan sektor-sektor tersebut pasti akan menaikkan harga dan ini sudah terlihat dari kenaikan ongkos angkutan. Kenaikan harga pada sektor transportasi pada gilirannya akan mempengaruhi sektor-sektor perekonomian lainnya melalui dampak multiplier. Dan kita tahu kenaikan harga-harga barang yang terjadi secara serentak tersebut akan mendorong kenaikan inflasi di Indonesia. Salah satu dampak yang paling dirasakan masyarakat adalah kenaikkan pada tarif angkutan darat,yang naik sekitar 5% – 15% bergantung jenis angkutannya.

Pengendalian BBM bersubsidi  merupakan amanat Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012. Berdasarkan  Pasal 7 Ayat (4) UU tersebut,  pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas/LPG) tabung 3 kg dalam tahun anggaran 2012 dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi.  Hal itu kemudian ditegaskan dalam penjelasan Ayat (4) butir 1 bahwa pengalokasian BBM bersubsidi tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi BBM jenis premium untuk kendaraan roda empat pribadi pada wilayah Jawa – Bali sejak 1 April 2012. Untuk mendukung kebijakan tersebut,  pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden (Perpers) No 55/2005, terutama Pasal 2 Ayat (3) dan (4) yang menyebutkan  bahwa semua jenis kendaraan transportasi darat, sungai, danau, 2dan penyeberangan berhak menkonsumsi BBM bersubsidi.

Masyarakat banyak yang tidak setuju dan menentang kebijakan pemerintah ini, terutama bagi masyarakat yang pekerjaannya sangat bergantung pada BBM bersubsidi. Aksi unjuk rasa pun digelar di sejumlah titik.

Niat pemerintah menaikkan harga BBM cukup baik. Namun, dampak kenaikan ini juga harus dirasakan oleh masyarakat kecil. Jangan sampai hanya pengusaha dan orang-orang besar saja yang merasakan dampak kenaikan ini. Karena banyak rakyat kecil yang bekerja dengan gaji tidak seberapa lantas mereka harus membeli BBM dengan harga yang begitu mahal. Pemerintah harus segera menemukan solusi untuk masalah ini agar tidak menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat.


Baca juga:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *