Serunya Menelisik Sejarah Numismatika hingga Kebijakan Moneter di Museum Bank Indonesia

Serunya Menelisik Sejarah Numismatika hingga Kebijakan Moneter di Museum Bank Indonesia
Museum Bank Indonesia tampak depan. (rhd)

2. Ruang Koleksi Numismatik

Sebelum menuju ruang koleksi numismatik, pengunjung dapat melihat miniatur Museum Bank Indonesia dalam etalase. Serta dokumen foto dan ciri khas fisik bangunan gedung De Javasche Bank (DJB) dari waktu ke waktu.

Selanjutnya pengunjung akan melihat beberapa model layanan perbankan De Javasche Bank Batavia. Dimulai model ruang loket setor dengan terali besi, berkembang terbuka dengan meja kantor dan proses pencatatan menggunakan mesin ketik. Tak ketinggalan beberapa foto dan ruang kerja Gubernur DJB, ruang rapat dan lainnya dengan ornamen asli jam dinding, meja kursi, gantungan jas topi, hingga wastafel.

Bacaan Lainnya
Model loket setor tunai pada zaman De Javasche Bank. (rhd)
Model loket setor tunai pada zaman De Javasche Bank. (rhd)

Tak hanya disuguhkan seputar De Javasche Bank Batavia, pengunjung juga mulai dikenalkan asal muasal transaksi tukar barang hasil bumi hingga diberlakukan token (alat tukar). Dalam sektor perkebunan dan pertanian, pekerja menerima upah berupa koin segitiga, bulat, hingga token yang hanya berlaku untuk transaksi dalam kawasan tersebut saja.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, kemudian berlaku ORI (Oeang Republik Indonesia) pada Oktober 1946, Sebagai negara baru, muncul uang baru dengan pecahan pertama Rp100, diikuti Rp10, Rp5, 5 sen dan berbagai permasalahannya. Seperti sulitnya peredaran uang, maraknya pemalsuan, pencetakan uang terganggu, hingga kebutuhan uang kecil jauh melampaui uang tersedia.

Tak hanya itu, suasana perang menyulitkan peredaran ORI, sehingga terbit ORI Daerah (ORIDA) di beberapa wilayah. Serta uang daerah lainnya seperti Mandat, Bon Pasar, Bon Beras dan Cek.

Sejarah munculnya beragam uang pecahan ORI dan ORIDA di sejumlah daerah. (rhd)
Sejarah munculnya beragam uang pecahan ORI dan ORIDA di sejumlah daerah. (rhd)

Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda di Den Haag, Belanda pada 27 Desember 1949 membuat status negara menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Dimana DJB sebagai bank sirkulasi, uang RIS dicetak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah menggantikan ORI dan ORIDA. RIS hanya bertahan sampai 17 Agustus 1950 dan digantikan kembali oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada tahun 1951, Menteri Keuangan Jusuf Wibisono mengusulkan nasionalisasi DJB, sejalan gagasan Bung Hatta tentang pembentukan bank sentral untuk kedaulatan ekonomi. Penerbitan UU nomor 24/1951 tentang Nasionalisasi DJB menjadi legalitas hingga tahun 1953.

Pemerintah Indonesia membeli saham DJB dengan penawaran 20 persen di atas harga pasar, hal ini membuka tabir DJB bukan diberikan Belanda kepada Indonesia secara gratis. DJB dibubarkan pada 30 Juni 1953, digantikan dengan lahirnya Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral Republik Indonesia pada 1 Juli 1953. Melalui UU nomor 11/1953 tentang Penetapan Undang-undang Pokok Bank Indonesia, dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur BI pertama.

Sejarah lahirnya Bank Indonesia. (rhd)
Sejarah lahirnya Bank Indonesia. (rhd)

Sejumlah permasalahan terus berkelindan, nampak dalam beberapa potongan surat kabar, Indonesia mengalami hiperinflasi hingga tiga kali Sanering. Di antaranya:

  • Sanering 1950: Pemerintah memotong nilai mata uang menjadi setengah dari nilai aslinya.
  • Sanering 1959: Pemerintah menurunkan nilai uang pecahan Rp 500 menjadi Rp 50 dan Rp 1.000 menjadi Rp 100.
  • Sanering 1965: Pemerintah mengganti mata uang pecahan Rp 1.000 menjadi Rp 1, dengan tujuan menyederhanakan dan menyatukan moneter.
disclaimer

Pos terkait