Jakarta, SERU.co.id – Presiden RI Prabowo Subianto resmi memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong). Keputusan ini diambil menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia. Meski dinilai mendorong persatuan nasional, keputusan ini menuai pro-kontra di masyarakat.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan, seluruh fraksi di DPR telah menyepakati dua surat presiden terkait pengampunan hukum itu. Yakni surat abolisi bagi Tom Lembong dan amnesti bagi 1.168 narapidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
“Seluruh fraksi menyepakati usulan tersebut. Tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) diterbitkan,” seru Dasco, dikutip dari CNN, Jumat (1/8/2025).
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas menyebut, keputusan ini sebagai bagian dari upaya Presiden Prabowo. Khususnya untuk menciptakan suasana damai dan rekonsiliasi nasional menjelang 17 Agustus.
“Pertimbangan Presiden adalah untuk menciptakan persatuan nasional. Saya sendiri yang mengusulkan pemberian amnesti dan abolisi ini kepada Presiden. Sebagian besar kasus yang diberi amnesti termasuk penghinaan terhadap Presiden,” ujar Supratman.
Namun, keputusan tersebut menimbulkan kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat hukum dan antikorupsi. Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menyebut, keputusan ini sebagai bentuk permainan politik dalam hukum.
Baca juga: Trump Turun Tangan Hentikan Konflik Thailand-Kamboja, Ultimatum Tarif Impor AS
“Kalau ingin memaafkan Hasto dan Tom, kenapa harus melalui drama pengadilan dulu? Bukankah lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan KPK berada di bawah Presiden?,” ujar Feri.
Tak hanya pengajar, Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan juga menyampaikan kekecewaannya. Ia menilai, pengampunan terhadap pelaku korupsi sebagai preseden buruk bagi pemberantasan korupsi.
“Korupsi adalah kejahatan berat. Pemberian amnesti dan abolisi atas dasar politik bisa melemahkan komitmen antikorupsi negara,” tegas Novel.
Di sisi lain, mantan Menko Polhukam Mahfud MD justru menyambut baik langkah Presiden. Mahfud menyatakan, langkah ini sebagai strategi penegakan keadilan. Bukan sekadar pengampunan.
“Keputusan Presiden bukan semata-mata pengampunan hukum. Melainkan sinyal bahwa praktik penyanderaan politik melalui rekayasa hukum tidak boleh terus berlangsung,” kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terkait eks Caleg PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih buron KPK. Sementara Tom Lembong dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula meskipun tidak menikmati hasilnya. (aan/mzm)