Jakarta, SERU.co.id – Pemerintah kembali menggulirkan rencana redenominasi rupiah setelah lebih dari satu dekade tertunda. Rencana ini langsung mendapat sorotan media asing yang menilai sinyal keseriusan Indonesia dalam memperkuat kredibilitas ekonomi. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan efisiensi transaksi sekaligus memperkuat citra dan kredibilitas rupiah di tingkat global.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditunjuk sebagai penanggung jawab utama. Khususnya dalam penyusunan kerangka regulasi redenominasi dengan tenggat penyelesaian pada 2026.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran. Rencananya akan diselesaikan pada 2027,” seru pernyataan tertulis dalam PMK 70/2025 yang diterbitkan 3 November 2025.
Redenominasi rupiah merupakan penyederhanaan penulisan nominal uang tanpa mengubah nilai. Misalnya, uang Rp1.000 akan menjadi Rp1 dalam sistem baru, tetapi harga barang tetap sama. Langkah ini berbeda dari sanering, yang memangkas nilai uang dan menurunkan daya beli masyarakat.
Rencana redenominasi sejatinya bukan hal baru. Bank Indonesia (BI) telah mengusulkannya sejak 2010 dan sempat masuk Prolegnas 2013 melalui usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Namun, pembahasan tersebut tak kunjung berlanjut hingga kini.
Namun, di bawah kepemimpinan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, wacana ini kembali hidup. Rencana tersebut bahkan menarik perhatian media internasional seperti Reuters dan Channel News Asia (CNA).
Reuters dalam laporannya menilai, langkah pemerintah Indonesia ini berupaya memperkuat kredibilitas rupiah dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional. Media asal Inggris itu menyoroti, redenominasi akan memangkas angka nol berlebih. Dimana selama ini membuat sistem transaksi dan pencatatan akuntansi menjadi rumit.
Sementara itu, CNA menilai, pemerintah Indonesia kini tampak lebih serius dan strategis dalam menyiapkan waktu dan kebijakan pelaksanaan redenominasi. Dalam artikelnya CNA menilai penyertaan kebijakan ini dalam PMK 70/2025 merupakan sinyal kuat. Yakni Indonesia sedang bersiap melakukan langkah nyata yang sebelumnya tertunda lebih dari satu dekade.
Kebijakan redenominasi memiliki sejumlah tujuan penting. Baik dari sisi teknis, ekonomi, maupun psikologis. Berikut manfaat yang dijabarkan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia:
- Menyederhanakan sistem transaksi dan akuntansi.
Banyaknya angka nol pada rupiah sering kali menyulitkan sistem pencatatan keuangan, pelaporan fiskal, hingga transaksi elektronik. - Meningkatkan efisiensi dan kredibilitas ekonomi nasional.
Nominal lebih kecil membuat sistem akuntansi dan perbankan lebih efisien. - Memperkuat citra rupiah di mata dunia.
Nilai rupiah yang tampak lebih ringkas dinilai akan memperbaiki citra dan posisi psikologis rupiah terhadap mata uang asing. - Menumbuhkan kepercayaan publik terhadap mata uang nasional.
Dengan tampilan lebih sederhana dan efisien, masyarakat diharapkan semakin percaya terhadap kestabilan ekonomi nasional.
Meski rencana ini kembali masuk agenda strategis, pemerintah pusat belum sepenuhnya memastikan waktu pelaksanaan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, belum ada keputusan final untuk menerapkan redenominasi dalam waktu dekat.
“Oh iya, nanti kita lihat. Sejauh ini belum ada, belum ada rencana,” ujar, dilansir dari Tribunnews, Minggu (9/11/2025).
Sebelum PMK 70/2025 terbit, isu redenominasi juga sempat mencuat di ranah hukum. Seorang advokat bernama Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak menggugat pasal tentang Mata Uang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Zico meminta, pemerintah menyesuaikan nilai nominal rupiah. Misalnya dengan mengonversi Rp1.000 menjadi Rp1. Namun, MK akhirnya menolak seluruh gugatan tersebut pada 17 Juli 2025. (aan/mzm)








