UB Mantapkan Komitmen Ciptakan Kampus Aman dan Inklusif

UB Mantapkan Komitmen Ciptakan Kampus Aman dan Inklusif
SLDPI saat melaksanakan pelatihan disability awareness bagi calon volunteer mahasiswa difabel UB. (ist)

Malang, SERU.co.id – Universitas Brawijaya (UB) kembali menegaskan komitmennya dalam membangun lingkungan pendidikan tinggi yang aman, setara dan inklusif. Melalui penguatan prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), UB mengintegrasikan nilai-nilai keadilan sosial dalam kebijakan akademik dan manajerial. Bahkan UB secara nyata membangun sistem layanan yang adaptif dan berpihak pada keberagaman.

Rektor UB, Prof Dr Ir Widodo SSi MSi PhD MedSc menyampaikan, kesetaraan gender merupakan pondasi utama dalam menciptakan iklim akademik yang sehat dan bermartabat.

Bacaan Lainnya

“Keberagaman adalah kekuatan. Kami ingin memastikan bahwa UB adalah ruang aman, tempat semua sivitas akademika bisa tumbuh dan berdaya,” seru Prof. Widodo.

Dalam praktiknya, UB mengembangkan berbagai layanan perlindungan. Seperti penguatan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Perempuan (ULTKSP).

Sementara itu, Kepala Pusat Konseling, Ulifa Rahma SPsi MPsi mengatakan, UB juga memberikan layanan konseling gratis yang dikelola Pusat Konseling Pencegahan Kekerasan Seksual dan Perundungan di bawah Direktorat Kemahasiswaan. Layanan ini telah membantu 600–800 mahasiswa setiap tahun.

“Layanan ini terbuka untuk segala isu, mulai dari akademik, keluarga, karier, hingga kasus kekerasan. Mahasiswa bisa berkonsultasi secara tatap muka atau daring dengan psikolog, konsultan hukum, hingga peer counselor,” jelas Ulifa.

UB juga aktif menggelar pelatihan psychological first aid, pembekalan peer counselor dan pelatihan dosen Penasehat Akademik. Tujuannya membangun sistem pendampingan psikososial yang komprehensif.

Senada, Ketua Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD), Zubaidah Ningsih PhD mengungkapkan, komitmen terhadap inklusivitas juga diwujudkan melalui Subdirektorat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (SLDPI) UB. Berbagai layanan pendukung disediakan. Mulai dari juru bahasa isyarat, juru ketik, peer-support, tutor, hingga teknologi bantu untuk akses digital dan mobilitas.

“Setiap mahasiswa difabel di UB diposisikan sebagai subjek pembelajar aktif. Bukan sekadar penerima layanan,” ujar Zubaidah.

SLDPI juga menyediakan transportasi kampus khusus, ruang diskusi aksesibel dan program pelatihan TOEFL adaptif. Di bidang literasi, SLDPI memfasilitasi digitalisasi bahan ajar agar dapat diakses melalui teknologi bantu. Semua layanan ini dirancang untuk memastikan bahwa mahasiswa difabel memiliki hak dan kesempatan belajar yang setara.

Tak sekadar memberikan layanan, UB juga mendorong transformasi budaya akademik melalui seminar, pelatihan dan forum ilmiah seputar isu-isu disabilitas dan kesetaraan. Berbagai kajian akademik terkait pendidikan inklusif, teknologi aksesibilitas dan kebijakan afirmatif dikembangkan sebagai bagian dari agenda riset dan pengabdian masyarakat.

“Pendidikan tinggi sejati adalah yang inklusif, adaptif dan berkeadilan. Melalui integrasi kebijakan dan layanan, UB ingin membentuk ekosistem kampus yang mendukung potensi seluruh mahasiswa, tanpa kecuali,” pungkas Zubaidah. (aan/mzm)

Pos terkait