Tersangka Kekerasan Seksual di Panti Asuhan Dijerat Pasal Berlapis

Tersangka Kekerasan Seksual di Panti Asuhan Dijerat Pasal Berlapis
Tersangka NK digelandang oleh anggota Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Jatim. (foto: iki)

Surabaya, SERU.co.id – Tersangka kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh NK, (60) pemilik panti asuhan di kawasan Barata Jaya, Surabaya bakal dijerat pasal berlapis.

Dirreskrimum Polda Jawa Timur Kombes Pol Farman menyampaikan, hasil ungkap tindak pidana persetubuhan dan atau pencabulan terhadap anak dan atau kekerasan seksual secara fisik yang dilakukan NK. Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan hingga penyidikan, tersangka dikenakan pasal berlapis.

Bacaan Lainnya

“Pasal yang dipersangkakan pasal 81 Jo pasal 76 D dan atau pasal 82 Jo pasal 76 E UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang perlindungan anak dan atau pasal 6 huruf b UU nomor 12 tahun 2022, tentang tindak pidana kekerasan seksual ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Sedangkan UU pidana kekerasan seksual yakni 12 tahun,“ kata Kombes Pol Farman, Senin (3/2/20225) siang.

Dimungkinkan juga akan diterapkan ayat 3 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh orang tua atau wali atau pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan maka pidana ditambah 1/3 dari ancaman pidana yang dimaksud pada ayat 1.

“Pengungkapan ini berdasarkan LP Nomor 165 Januari tanggal (30/1/2025) yang masuk ke Subdit Renakta, yang didampingi dari UBK Unair,“ seru Farman.

Alumni Akpol 96 ini menambahkan, peran tersangka NK (60) melakukan persetubuhan atau pun pencabulan terhadap korban, dan melakukan kekerasan seksual secara fisik kepada korban.

“Peristiwa ini terjadi di Surabaya sekitar bulan Januari 2022 sampai Januari 2025,“ ungkap dia.

Sedangkan barang bukti yang disita, satu foto copy legalisir KK, satu lembar foto copy legalisir akta kelahiran atas nama korban, satu mini set milik korban dan CD milik korban.

Sedangkan modus tersangka, hasil penyelidikan dan penyidikan, tersangka ini merupakan pemilik rumah penampungan anak asuh yang dahulunya panti asuhan.

“Awalnya rumah penampungan anak asuh ini dikelola tersangka bersama istrinya, namun pada 14 Februari 2022, istri tersangka mengajukan cerai dan meninggalkan rumah tersangka dengan alasan sering mengalami kekerasan verbal maupun psikis dari tersangka,“ tegas Farman.

“Saat istri tersangka meninggalkan rumah tersebut, tersangka mulai melakukan aksinya pada Januari 2022, tersangka tidur sekamar dengan anak asuh dimana ketika korban tidur dibangunkan lalu diajak ke kamar kosong dan selanjutnya tersangka melakukan persetubuhan dengan korban,“ tutup Farman.

Awalnya panti ini ada lima penghuni dimana setelah terjadi hal tersebut tiga diantaranya meninggalkan panti tersebut.

“Pada saat kita lakukan penangkapan kemarin sisa dua orang yang saat ini sudah ditampung di selter,” jelasnya.

Sementara Kasubdit IV Renakta AKBP Ali Purnomo, menyebut, bahwa tersangka ini melakukan kekerasan seksual terhadap anak asuhnya hanya di TKP (panti) tetapi di kamar yang berbeda.

“Jadi tersangka melakukan bujuk rayu kepada korban, kemudian ada juga saksi lain yang melihat dengan beralih dari kamar satu ke kamar yang lain. Jadi kamar yang kosong yang digunakan, itu yang pertama untuk tempatnya,“ jelas dia.

Sementara untuk ancaman yang dilakukan tersangka kepada korban, ia menyebut bahwa ancaman bersifat psikis. Jadi karena memang para korban ini, sejak lahir diantara dari orang-orang yang tidak punya, dari masyarakat miskin jadi diadopsi atau diambil sebagai anak asuh sejak lahir.

“Jadi dididik kemudian diasuh dari lahir, sehingga seperti keluarga sendiri tapi di balik itu tindakan terjadi kemudian dilakukan oleh tersangka,“ pungkasnya. (iki/ono)

disclaimer

Pos terkait