Korupsi Hilangkan Independensi Penegak Keadilan di Indonesia

Korupsi Hilangkan Independensi Penegak Keadilan di Indonesia
Nama : Jesica Rediana Cahyani Pramesti
Jurusan : Ilmu Hukum
Kampus : Universitas Muhammadiyah Malang

Korupsi bukan menjadi hal baru bagi negara Indonesia. Seolah-olah korupsi di Indonesia sudah mendarah daging dan menjadi warisan budaya dari para pemimpin bangsa terdahulu. Tindakan ini dianggap menyimpang dan merugikan masyarakat serta negara. Menurut beberapa ahli yang menjadikan korupsi sebagai objek kajian penelitiannya, mengemukakan bahwa pengertian dari korupsi sangat luas dan bermacam-macam. Korupsi adalah istilah dari bahasa Yunani, corruptio yang berarti perbuatan tidak baik dan menyimpang dari kesucian. Korupsi juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi.

Di Indonesia sendiri, pengertian korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengartikan tindak pidana korupsi meliputi unsur-unsur berupa perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi,  dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal tersebut juga mengatakan ada 30 delik tindak pidana korupsi yang dikategorikan menjadi tujuh jenis. Ketujuh jenis tersebut meliputi kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dengan pengadaan, dan gratifikasi.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Indonesia berpendapat, seseorang atau lembaga yang bisa dikatakan sebagai pelaku korupsi adalah pejabat publik dan penyelenggara negara. Konferensi PBB mengenai anti korupsi menjabarkan bahwa tidak hanya pejabat publik dan penyelanggara negara  saja yang termasuk dalam kualifikasi tersebut, melainkan juga mereka yang menjalankan fungsi publik misalnya, dokter, guru, dan dosen.

Membahas mengenai bagaimana penyelanggara publik, khususnya  penegak keadilan atau lembaga keadilan melakukan tindak pidana korupsi. Bagaimana jadinya jika seorang yang bertugas menegakkan keadilan, yang seharusnya lebih tahu dan lebih paham mengenai tindak pidana korupsi tetapi malah melakukan korupsi itu sendiri?. Ternyata hal ini benar-benar ada dan terjadi, dibuktikan dengan beberapa kasus korupsi yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung (MA) Indonesia. Salah satu contoh kasus yang paling dikenal adalah kasus suap mantan Sekretaris MA, Nurhadi pada tahun 2020. Nurhadi dan Rezky terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016. Suap yang dilakukan terkait dengan kepengurusan dua perkara hukum yang membelitnya. Selain itu Nurhadi dan Rezky juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Kasus lain juga terjadi baru-baru ini kepada Hakim Agung Sudrajad Dimyanti yang menjadi tersangka penerimaan suap dalam gugatan perdata dan pidana terkait aktivitas koperasi Intidana pada tahun 2022.

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa masih banyak penegak keadilan di Indonesia yang melanggar hukumnya. Secara umum, tindakan korupsi yang dilakukan dalam lingkungan MA tersebut masuk kedalam kategori suap dan gratifikasi. Suap dan gratifikasi jelas memengaruhi integritas, independensi, dan objektivitas keputusan yang akan diambil oleh seorang hakim agung. Hal tersebut merupakan pelanggaran prinsip dasar kesetaraaan dalam hukum dan menghilangkan kesempatan bagi rakyat untuk memperoleh hukum yang adil. Padahal telah kita ketahui bahwa tidak ada tawar-menawar untuk independensi peradilan. Lembaga peradilan harus berfungsi dengan baik dan independen sehingga menciptakan upaya pemberantasan korupsi yang efektif. Independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman diperlukan untuk tercapainya lembaga peradilan yang independen dan kredibel. Jika bukan dari lembaga penegak hukum, lantas dari siapa lagi?.

Memang korupsi di Indonesia cukup sulit untuk diberantas, meski sudah  banyak Undang-Udang yang mengatur tentang tindak pidana tersebut. Bagi seorang penegak hukum, sudah sepatutnya mengerti tentang kewajiban dan wewenang dalam menegakkan keadilan, demi terciptanya lembaga hukum yang kredibel, independen, dan krusial. Menerapkan kode etik dan pedoman perilaku sebagai penegak keadilan sudah seharusnya dilakukan. Berusaha menciptakan keadilan dan berperilaku jujur demi mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan sejahtera.


Baca juga:

Pos terkait