Masalah Korupsi dan Politisasi Bansos Berakar Pada Budaya dan Sistem Politik Indonesia

Masalah Korupsi dan Politisasi Bansos Berakar Pada Budaya dan Sistem Politik Indonesia
Masalah Korupsi dan Politisasi Bansos Berakar Pada Budaya dan Sistem Politik Indonesia.
Anggita Kirana Hayu Mahanani
Ilmu Pemerintahan – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Di penghujung tahun 2020, masyarakat Indonesia menghadapi dua kenyataan pahit. Di sisi lain, jumlah kasus terinfeksi virus COVID-19 semakin meningkat. Di sisi lain, ironisnya, ada klaim bahwa kesejahteraan sosial (Bansos) yang bertujuan untuk meringankan penderitaan masyarakat akibat pandemi, telah runtuh, dan salah satu tersangka adalah Juliari Batubala, menteri yang membidangi sosial. masalah. .. Banyak laporan dugaan penyelewengan  pandemi kesejahteraan juga telah diterima oleh aparat penegak hukum di berbagai wilayah Indonesia. Sebelum kejadian korupsi kesejahteraan sosial COVID-19, banyak insiden korupsi kesejahteraan sosial yang terjadi, terutama di tingkat pemerintah daerah (Pemda). Hal ini menunjukkan adanya permasalahan struktural dalam pengelolaan dana yang rentan terhadap politik dan korupsi. (Kunarso & Sumaryanto, 2020)

Masalah pengelolaan kesejahteraan sosial terkait dengan regulasi yang ada. Kesejahteraan sosial adalah penyediaan uang, barang, atau jasa oleh pemerintah pusat atau daerah kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat untuk melindungi masyarakat. Kemungkinan risiko sosial. Secara umum, mekanisme pengelolaan bansos dibagi menjadi tiga fase: penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan. Masalah program kesejahteraan paling sering muncul pada tahap penganggaran dan pelaksanaan kesejahteraan, dua dari tiga tahap umum. Beberapa masalah dalam pengelolaan Bansos:

Bacaan Lainnya
  1. Terjadi pada akurasi data acuan penetapan penerima bansos.
    Kementerian Sosial sendiri mengakui bahwa DTKS terakhir diperbarui secara signifikan pada tahun 2015, namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengidentifikasi berbagai masalah terkait DTKS. B. Duplikasi data yang tidak lengkap dan duplikasi jutaan data.
  1. Bansos rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
    Ketidakakuratan data, ditambah dengan besarnya kewenangan kepala daerah  dalam menentukan penerima kesejahteraan, mendorong terjadinya kolusi  dalam pemerataan kesejahteraan. Kesejahteraan didistribusikan berdasarkan pertimbangan politik dan elektoral daripada kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.
    Pada tahap distribusi, kesejahteraan dibayarkan secara tunai atau dengan mengirimkan uang ke rekening bank penerima kesejahteraan atau bank pemberi pinjaman. Penyaluran bansos berupa barang didahului dengan proses pengadaan barang dan jasa  kemudian diberikan  langsung kepada penerima bansos. Cara ini digunakan Kemensos untuk menyalurkan sembako COVID-19 senilai puluhan triliun rupiah yang kemudian menjadi persoalan. (Launa & Lusianawati, 2021)
  1. Pelaksanaan bansos adalah korupsi pengadaan.
    Dalam Korupsi Bansos COVID-19, perusahaan pengadaan diduga membayar “upah” kepada pejabat kementerian kesejahteraan atas penunjukan mereka sebagai penyedia paket kesejahteraan pandemi. Selain itu, proses penyaluran bansos juga menghadirkan persoalan lain. Misalnya, penyaluran kepada pemangku kepentingan fiktif, atau  kepada sesama PNS yang tujuannya agar dana kesejahteraan sosial mengalir ke kantong pribadi atau kolektif. Hal ini terjadi pada tahun 2010 dalam kasus korupsi kesejahteraan sosial Bandung. (Anwar Musadat, 2021)

Kuatnya aspek politik menegaskan pentingnya solusi yang tidak berkutat pada aspek teknis prosedur saja. Selain penyempurnaan berkelanjutan atas DTKS sebagai salah satu dasar alokasi bansos dan pengadopsian penyaluran berbasis digital atau transfer ketimbang tunai, terdapat dua hal yang penting untuk dilakukan:

  1. Membangun pengetahuan masyarakat terkait  penganggaran publik (budgeting literacy) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran.
    Informasi ini penting tidak hanya untuk menyadarkan publik akan hak-hak terkait anggaran, tetapi juga untuk memperkuat posisi kritis mereka sebagai pemilih agar tidak menyalahgunakan anggaran publik untuk membeli dukungan suara. Warga harus diundang untuk berpartisipasi dalam pemolisian fiskal melalui inisiatif seperti Manajemen Kewarganegaraan yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam proses audit fiskal yang dilakukan oleh badan audit pemerintah.
  1. Perlu ada upaya serius untuk menciptakan sistem pembiayaan politik yang efektif, transparan, dan akuntabel sehingga penyalahgunaan anggaran untuk membiayai kegiatan politik dapat diminimalisir.
    Pengaturan pendanaan politik Indonesia saat ini tidak berjalan dengan baik karena partai politik mengabaikan peraturan ini dan lonjakan sumbangan ilegal dan korupsi untuk mendanai kegiatan politik. Kondisi kerangka pendanaan politik, baik yang didanai publik maupun yang didanai negara, harus lebih baik diterapkan di masa depan.
disclaimer

Pos terkait