Pernahkah Anda berjumpa atau menemukan seseorang yang menjalani hidup dengan kejujuran di dalam dunia ini? Artinya, tidak pernah berbohong selama hidupnya? Jawabannya sederhana saja, tidak ada. Yang ada, mungkin kejujurannya tidak sampai 100 persen, tetapi biasanya masih dinggap jujur.
Kecuali kalau memang kebiasaan dan perilakunya memang tidak jujur, bahkan memiliki hobi bohong dan membohongi orang. Nah, ini pasti akan disebutkan sebagai orang yang tidak jujur.
Bisa dimengerti juga kalau demikian, karena sesungguhnya tidak ada seorangpun yang memiliki kejujuran 100%. Tetapi yang menarik adalah bahwa sesungguhnya ada satu pola perilaku setiap orang hampir sama dan perilaku itu mencerminkan ketidakjujuran hidup.
Inilah yang disebut dengan kebohongan abadi setiap orang yang dilakukan seakan-akan tidak ada yang salah dan baik-baik saja. Padahal sesungguhnya, dia bohong dan tidak jujur, tidak saja pada dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang lain.
Kejujuran memang menjadi barang yang sangat mahal, dan tidak mudah ditemukan dalam diri setiap orang. Dan karenanya, makna dan pengertian dari kejujuran itu semakin jauh dari apa yang sebenarnya.
Kejujuran dimaknai sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan setiap orang dalam memenuhi kebutuhan bersamanya. Akibatnya adalah maka makna kemanusiaanpun semakin keluar dari hakikat kehidupan itu sendiri.
Kejujuran lalu dimaknai menjadi kebohongan, dan kebohongan menjadi kejujuran. Ada pemutarbalikan nilai kehidupan, dan karenanya kedepan akan menimbulkan kekacauan sistem nilai.
Ini tidak boleh dibiarkan. Dan harus dikembalikan kepada hakikat kehidupan itu. Agar makna hidup yang sesungguhnya di rasakan oleh setiap orang. Sebab, kejujuran itu adalah tetap kejujuran, yaitu apa yang sesungguhnya terjadi itulah diungkapkan. Dan bukan sebaliknya, apa yang diungkapkan diupayakan agar seperti itu kenyataannya. (*)