Indonesia Penghasil Sampah Makanan Terbesar Kedua Dunia, IN2FOOD Kembangkan Kurikulum Penanganan

ToT penyusunan kurikulum manajemen pengelolaan sampah makanan. (rhd) - Indonesia Penghasil Sampah Makanan Terbesar Kedua Dunia, IN2FOOD Kembangkan Kurikulum Penanganan - Libatkan lima PTS dan tiga PT Eropa
ToT penyusunan kurikulum manajemen pengelolaan sampah makanan. (rhd)
Libatkan lima PTS dan tiga PT Eropa

Malang, SERU.co.id – Universitas Ma Chung (UMC) bersama 5 (lima) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia dan 3 (tiga) perguruan tinggi di Eropa,  menggelar Training of Trainers (ToT). Sekaligus penyusunan kurikulum terkait manajemen pengelolaan sampah makanan, di Hotel Harris Riverside Malang, Kamis-Jumat (24-25/6/2021).

Dilatarbelakangi limbah atau sampah makanan sebagai isu global yang menjadi permasalahan dunia, khususnya Indonesia yang masuk dalam catatan penghasil sampah makanan terbesar. Program ini merupakan langkah lanjutan dari program IN2FOOD (Interdisciplinary Approach TOwards Fostering Collaborative Innovation in Food Waste Management) yang didanai oleh Erasmus+ Uni Eropa.

Baca Juga

“Sampah limbah pangan merupakan isu sosial di Indonesia. Dimana faktanya, Indonesia merupakan negara terbesar penghasil sampah terbesar kedua di dunia, setelah Saudi Arabia,” seru Koordinator Utama program IN2FOOD, Dr Johanna Renny Octavia Hariandja ST MSc PDEng, kepada SERU.co.id, disela acara.

Jika negara Arab Saudi merupakan negara terkaya dengan segala potensinya. Sementara Indonesia merupakan negara berkembang. Ironisnya, disaat beberapa masyarakat membuang makanan, ada sejumlah masyarakat yang justru kekurangan makanan.

“Masalah ini harus kita selesaikan bersama-sama, tidak bisa sendiri. Kolaborasi inter disipliner, lintas bidang ilmu, lintas universitas dan lainnya, dengan belajar banyak dari partner-partner universitas Eropa. Terutama dalam penanganan masalah dan solusi food waste,” imbuh Jo, sapaan akrabnya.

Harapannya, kurikulum dan mata kuliah yang dihasilkan dapat menghasilkan inovasi multi disipliner. Dimana bisa dilakukan oleh dosen-dosen dan mahasiswa peserta ToT dari PTS anggota konsorsium. Di antaranya Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Universitas Prasetiya Mulya Jakarta, Universitas Bina Nusantara, Universitas Pembangunan Jaya Jakarta, dan Universitas Ma Chung.

Selain itu, dalam ToT ini diadakan diskusi dengan Garda Pangan, serta diberikan pula workshop mengenai “Design Thinking Tools” oleh Ghent University, salah satu anggota konsorsium; “Food Waste Management” oleh Tampere University Finlandia (anggota konsorsium); “Application of Design Thinking Approach in Students’ Project” oleh Universitas Parahyangan; serta “21st Century Skills Learning in Student Projects” oleh Hotelschool The Hague Belanda (anggota konsorsium).

Senada, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UMC, Dr Ir Stefanus Yufra M Taneo mengatakan, Indonesia saat ini mengkampanyekan program ketahanan pangan untuk meminimalisir krisis pangan. Sementara disisi lain, sampah makanan yang dihasilkan cukup tinggi. Tentunya hal ini bertolak belakang.

“Pemerintah kita kekurangan pangan, kok ternyata (makanan) yang kita buang itu banyak. Nah itu jadi salah satu masalah,” ungkap Yufra, sapaan akrabnya.

Dr Johanna Renny Octavia Hariandja ST MSc PDEng bersama Dr Ir Stefanus Yufra M Taneo, menjawab pertanyaan awak media. (rhd) - Indonesia Penghasil Sampah Makanan Terbesar Kedua Dunia, IN2FOOD Kembangkan Kurikulum Penanganan - Libatkan lima PTS dan tiga PT Eropa
Dr Johanna Renny Octavia Hariandja ST MSc PDEng bersama Dr Ir Stefanus Yufra M Taneo, menjawab pertanyaan awak media. (rhd)

Berdasarkan data terbaru, lanjut Yufra, Kota Malang menghasilkan sekitar 485 ton sampah makanan setiap hari dari total 680 ton jenis sampah keseluruhan. Kurang lebih 80 persen merupakan sampah makanan, meski data tersebut bisa berubah-ubah.

Sebagai civitas akademika, Ma Chung mengajak dosen dan mahasiswa sebagai agen perubahan menjadi inisiator perubahan mindset dan perilaku. Civitas harus terlibat langsung sekaligus sebagai cerminan akan kesadaran tersebut pada masyarakat umum.

“Untuk mempermudah, kami bersama-sama mendesain kurikulumnya. Sehingga secara bertahap polanya jelas, melalui perkuliahan, tugas-tugas, pelatihan dan program lainnya. Mahasiswa bisa menciptakan ide kreatif dalam pemecahan masalah dan peluang, sehingga perubahan itu berjalan dengan lancar dan sistematis,” beber Yufra.

Menurutnya, keterlibatan tiga perguruan tinggi di Eropa, dapat menjadikan bahan masukan dan literasi bagaimana penanganan masalah sampah makanan untuk diterapkan di Indonesia. Sebab tingkat kesadaran dan kedisiplinan masyarakat Eropa cukup tinggi terhadap lingkungan.

“Mau tak mau, Indonesia harus bisa mencontoh dan mengaplikasikan kebiasaan tersebut,” tandasnya. (rhd)


Baca juga:

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *