Malang, SERU.co.id – Tujuh dari sembilan perangkat Desa Ngebruk, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, dikabarkan mengundurkan diri secara massal. Pengunduran diri tersebut diduga berkaitan dengan retribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) warga desa yang tidak disetorkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malang sejak 2022–2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Malang, Eko Margianto, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini masih menunggu laporan dari pihak Kecamatan Poncokusumo. Permasalahan ketidaksesuaian data pajak warga sejak 2022–2025 terungkap setelah adanya program verifikasi dokumen Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) serentak.
“Kami masih menunggu laporan dari Camat Poncokusumo selaku pembina, penyelenggaraan pemerintahan di desa,” seru Eko saat dikonfirmasi SERU.co.id.
Sementara itu, Camat Poncokusumo, Didik Agus Mulyono, membenarkan adanya perangkat Desa Ngebruk yang mengundurkan diri. Namun hingga kini, pihak kecamatan belum menerima surat rekomendasi pengunduran diri dari Kepala Desa Ngebruk.
“Terkait perangkat yang mundur memang betul, tapi belum diajukan rekomendasi camat oleh kades. Karena masih punya tanggung jawab penyelesaian pekerjaan sampai Desember 2025,” seru Didik.
Didik menjelaskan bahwa sebelum adanya aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Pajak Daerah Mandiri (Sipanji), realisasi PBB-P2 masih dilakukan secara manual. Akibatnya, banyak pembayaran dari wajib pajak (WP) yang tidak tercatat di Bapenda Kabupaten Malang.
“Sebelum ada aplikasi Sipanji, setoran PBB dari WP masih gelondongan. Tidak berdasarkan NOP WP (Nomor Objek Pajak Wajib Pajak), sehingga banyak yang sudah bayar belum tercatat dan yang belum bayar tercatat di Bapenda. Namun setelah ada Sipanji maka pembayaran sesuai NOP WP,” terangnya.
Ia menambahkan bahwa tunggakan PBB yang belum disetorkan ke Bapenda masih dalam proses pemilahan. Jika ditemukan selisih nilai yang belum disetorkan, hal tersebut akan menjadi tanggung jawab perangkat desa yang bersangkutan.
“Saat ini masih proses pemilahan, jika memang banyak pembayaran dari WP yang belum disetorkan menjadi kewajiban rayon (perangkat). Untuk membayar sesuai dengan tanggungannya masing-masing, karena ini juga sudah dilakukan audit oleh inspektorat dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” jelasnya.
Didik mengaku bahwa pihaknya terus melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap Pemerintah Desa (Pemdes) Ngebruk, termasuk proses perekrutan staf baru untuk menggantikan tujuh perangkat lama.
“Agar pelayanan publik dan roda pemerintahan tetap jalan. Bersama BPD kita upayakan semua tanggungan rayon maupun ex rayon, target tahun ini bisa tuntas terbayarkan,” bebernya.
Ketika ditanya mengenai total retribusi PBB yang belum disetorkan ke Bapenda, Didik menyebut bahwa pihaknya belum memperoleh nilai pasti.
“Saya belum tahu pastinya, yang jelas sejak tahun 2022 sampai sekarang tahun 2025 PBB P2 belum pernah lunas. Hal tersebut bisa, karena banyak wajib pajak yang belum bayar maupun ada sebagian yang belum disetor oleh rayon,” bebernya.
Untuk tahun 2025, ia menyebut realisasi PBB-P2 Desa Ngebruk baru mencapai sekitar 45 persen.
“Untuk tahun 2025, Desa Ngebruk PBB-P2 belum terealisasi sekitar Rp 90 juta dari pagu Rp 184 juta atau masih realisasi sekitar 45 persen,” imbuh Didik.
Ia menambahkan bahwa panitia PTSL telah membuka posko aduan sebagai upaya mediasi antara Kepala Desa dan masyarakat terkait permasalahan tersebut. (wul/ono)








