Malang, SERU.co.id – Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur usai periksa beberapa pejabat Pemkot Malang terkait proyek PT Tanrise Property Indonesia. Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang menegaskan, proyek Tanrise sampai saat ini belum mengantongi izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan mengungkapkan, pemeriksaan tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan Warga Peduli Lingkungan (Warpel). Mereka melaporkan terkait dugaan pelanggaran prosedur izin pembangunan proyek apartemen PT Tanrise Property Indonesia.
“Sampai saat ini, persyaratan yang telah keluar baru Izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruan (IKKPR) dan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin). Sedangkan AMDAL lingkungan masih berproses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” seru Arif, Jumat (10/10/2025).
Arif mengatakan, pemeriksaan dihadiri juga oleh Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Camat Blimbing, dan Lurah Blimbing. Pihak Ombudsman meminta Pemkot Malang memberikan jawaban resmi atas keluhan warga.
“Pemerintah daerah hanya mengikuti tahapan sesuai kewenangan. Sidang AMDAL sendiri terdiri dari sidang Kerangka Acuan (KA) AMDAL, serta sidang dokumen Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL). Tahapan ini harus dilalui sebelum menjadi satu dokumen final,” terangnya.
Terkait keluhan warga, Arif menilai sebagian besar muncul akibat kesalahpahaman informasi. Apalagi, berkaca dari gelombang penolakan sebelumnya, komunikasi antara pihak pengembang terhadap masyarakat masih kurang.
“Dipikirnya kami sudah mengeluarkan seluruh izin, termasuk AMDAL. Padahal belum. Andalalin memang sudah keluar, karena itu kewenangan Pemkot,” jelasnya.
Arif menegaskan, akses lalu lintas menuju proyek tidak akan mengganggu aktivitas warga sekitar. Akses keluar-masuk proyek akan menggunakan Jalan Ahmad Yani, bukan melalui jalan-jalan di kawasan perumahan seperti Jalan Candi Kalasan.
Ia juga membantah kabar yang menyebut tinggi bangunan proyek mencapai 190 meter. Pembangunan proyek di Kota Malang harus mengacu regulasi yang berlaku.
“Tidak benar. Data yang ada menunjukkan ketinggian maksimal hanya 152 meter atau 32 lantai, sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2022 tentang Tata Ruang,” tegasnya.
Arif menyebut, rapat hearing Komisi A dan C DPRD Kota Malang dengan pihak pengembang telah digelar. Dari situ diketahui bahwa lahan yang digunakan justru memberikan porsi lebih besar untuk fasilitas umum (fasum).
“Bukan 70 persen privat dan 30 persen komersial, tapi sekitar 60 persen privat dan 40 persen fasum. Jadi justru banyak area publiknya,” tutur pria yang gemar bersepeda itu.
Arif menambahkan, Pemkot Malang tetap bersikap netral dan terbuka dalam menyikapi laporan masyarakat. Ia mengatakan, pemerintah tidak berpihak kepada pengusaha.
“Pemerintah hadir di tengah untuk memastikan semua proses berjalan sesuai aturan. Terkait rencana detail pembangunan, termasuk jumlah hotel dan apartemen, baru bisa dipastikan setelah PT Tanrise mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” imbuhnya.
Ia menyebut, pihak Ombudsman juga menanyakan lokasi detail apartemen beserta skema pembangunan PT Tanrise. Namun semua akan terlibat saat pengurusan PBG, sebab sampai saat ini pihak pengembang belum sampai ke tahapan tersebut.
“Siteplan-nya saja belum ada. Jadi kami belum tahu pasti bentuk bangunannya seperti apa,” pungkasnya. (bas/rhd)