Ia juga mengutarakan, korban yang sempat mengadu tersebut membawa beberapa rekam medis dari pemeriksaan dokter di salah satu rumah sakit yang ditunjuk pemerintah. Dari keterangan dokter yang bersangkutan, korban didiagnosa luka dikarena terinjak.
“Mata merah itu akibat terinjak (dalam rekam medis). Sementara saat menggali keterangan dari korban, di area mata tidak ada bekas terinjak. Ini muncul kecurigaan, sehingga kami melakukan pendampingan sebagai second opinion dari hasil pemeriksaan dokter spesialis lain,” tuturnya.
Pihaknya juga melakukan konsultasi kepada dokter spesialis untuk melakukan pengecekan lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan dokter independen, luka di area mata korban diakibatkan pembulu darah yang pecah.
“Ada kemungkinan cacat permanen, ada paparan zat kimia yang mengiritasi mata korban. Dan itu, saat ini belum muncul dalam rekomendasi dari TGIPF,” lanjutnya.
Berdasarkan peraturan yang ada, apabila terdapat kematian dengan penyebab yang tidak wajar, sudah semestinya untuk dilakukan autopsi. Hal tidak wajar tersebut di antaranya, kuantitas korban yang sangat tidak signifikan, terdapat kesamaan ciri-ciri pada jenazah, wajah menghitam hingga mata bengkak.
“Ketika ada kematian yang tidak wajar, maka sudah semestinya untuk melakukan proses autopsi. Dengan tujuan untuk memastikan penyebab kematian. Pihak Forensik juga harus melibatkan berbagai pihak untuk menjaga netralitas hasilnya, apabila nanti dilakukan autopsi,” tandasnya. (bim/rhd)
Baca juga:
- Pelajar SMK di Malang Hilang Terbawa Arus Sungai Usai Terlibat Kecelakaan Lalu Lintas
- Kenaikan Harga Jelang Nataru, Akademisi UMM Desak Pemerintah Perkuat Sistem Pangan Berkelanjutan
- Banjir Bandang Terjang Sumatra, Akademisi UMM Soroti Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum
- Raih Predikat Hotel Terfavorit di Batu Tourism Award 2025, Ini Kata GM Aston Inn Batu
- Bupati Sumenep Selamatkan Pegawai Honorer, Ribuan Pegawai Diangkat PPPK Paruh Waktu








