Batu, SERU.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batu, melalui Komisi Pengkajian dan Penelitian Pariwisata, kembali menegaskan komitmennya untuk menjadikan Kota Batu sebagai destinasi wisata halal unggulan. Hal ini diwujudkan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang digelar, Selasa (4/11/2025 di Hall Jati Samara Hotel, Jalan Imam Bonjol.
Acara yang mengangkat tema “Mempertahankan Kota Batu sebagai Wisata Halal Unggulan” ini dihadiri oleh sejumlah pimpinan organisasi kepariwisataan. Termasuk biro perjalanan, komunitas pemandu wisata, organisasi transportasi, serta para manajer hotel di Kota Batu.
Dalam sambutannya, Ketua MUI Kota Batu, KH. Abdullah Thohir, menekankan pentingnya sinergi antara ulama dan pelaku usaha.
”Alhamdulillah, untuk kesekian kalinya, MUI Kota Batu khususnya Komisi Pengkajian dan Penelitian Pariwisata terus bekerjasama dengan para pengusaha dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) demi mempertahankan Kota Batu sebagai Kota Wisata Halal yang unggul,” seru KH. Abdullah Thohir.
Beliau juga menegaskan bahwa keterlibatan MUI dalam isu ini adalah demi ketenangan dan kenyamanan pengunjung wisata yang datang. Karena pariwisata tidak hanya keinginan, namun juga kebutuhan yang berakibat pada peningkatan ekonomi masyarakat.
”Meskipun yang datang ke Batu tidak semua umat Islam, ada hal yang perlu diperhatikan dan perlu kepastian untuk perasaan nyaman dan tentram,” tandasnya.
Sementara itu, H.M Afifulah Rifai BSh Med Phd memaparkan konsep mendasar dari wisata halal. Ia menjelaskan bahwa wisata halal merupakan kegiatan perjalanan bagi wisatawan muslim yang didukung layanan atau fasilitas yang aman, nyaman, bermanfaat, dan sesuai prinsip-prinsip syariat Islam.
Menurutnya, keharusan wisata halal didasarkan pada mayoritas penduduk Indonesia dan Kota Batu yang beragama Islam.
“Menjalani seluruh aspek kehidupan secara halal, termasuk wisata, adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan jalan menuju keberkahan. Konsep ini juga selaras dengan lima tujuan utama syariat (Maqasid Syariah), yaitu perlindungan agama (Hifdz Al-Din), jiwa (Hifdz an-Nafs), harta (Hifdz al-Mal), keturunan (Hifdz an-Nasl), dan akal (Hifdz Al-Aql),” ucap Ustad Afif, sapaannya.
Ustad Afif juga mengidentifikasi sejumlah tantangan dalam pengembangan wisata halal di Kota Batu. Tantangan tersebut meliputi minimnya fasilitas ibadah dan penginapan syariah dan kurangnya pemahaman tentang prinsip pariwisata halal. Selain itu, kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan belum tersosialisasikannya regulasi yang mengatur pariwisata halal juga masih minim.
Baca juga: DPUPR Kota Batu Ungkap Sejumlah Alasan Keterlambatan Pengerjaan Infrastruktur 2025
FGD tersebut akhirnya dapat merumuskan pedoman tegas bagi pelaku industri pariwisata untuk wajib memiliki fasilitas ibadah yang layak dan terhindar dari kemaksiatan. Untuk usaha perhotelan, harus menyediakan mushola, arah kiblat, perlengkapan ibadah, makanan bersertifikat halal, didukung karyawan yang berpakaian syariah.
Untuk restoran dan rumah makan harus memastikan makanan dan minuman bersertifikat halal dan memiliki fasilitas ibadah yang memadai. Untuk usaha biro perjalanan, diwajibkan menyelenggarakan paket sesuai syariah, menggunakan jasa lembaga keuangan syariah, dan menyediakan panduan yang mencegah maksiat.
“Pemandu Wisata juga dituntut memahami nilai syariah dalam tugasnya, berakhlak mulia, kompeten, dan berpenampilan sopan sesuai syariah,” tandasnya.
Melalui sinergi dan implementasi pedoman ini, MUI dan pelaku usaha di Kota Batu berharap dapat memberikan jaminan ketenangan dan kenyamanan spiritual. Sekaligus meningkatkan daya saing Kota Batu sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia. (dik/mzm)








