Malang, SERU.co.id – Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan arus digitalisasi, perilaku komunikasi di kalangan pelajar Indonesia menghadapi tantangan serius. Seorang Pemerhati Pendidikan, Imam S.A.R., menyoroti fenomena maraknya penggunaan kata-kata yang dianggap tabu dan tidak pantas, khususnya suku kata “Cuk” (berasal dari “Jancuk”). Kini kata itu seolah menjadi hal yang lumrah diucapkan oleh anak-anak usia sekolah.
Krisis tutur kata dan diabaikannya etika verbal di lingkungan pendidikan dalam pengamatan Imam S.A.R. di berbagai lingkungan pendidikan, kata “Cuk” sangat ringan terucap dari mulut pelajar. Terlepas dari status mereka sebagai anak terpelajar yang seharusnya memiliki fondasi akhlak dan akademik yang baik.
“Begitu ringan dan semudah inikah mulut anak-anak pelajar saat ini mengeluarkan sepenggal suku kata ‘Cuk’ dari kata ‘Jancuk’ yang diucapkan dan tak mengenal tempat serta dengan siapa mereka berbicara,” seru Imam.
Fenomena ini kontras dengan kondisi generasi sebelumnya (Generasi X dan Y) yang sangat menjaga ucapan, karena khawatir akan teguran atau hukuman dari orang tua maupun guru. Kini, kata “Cuk” hadir dalam setiap kegiatan, mulai dari bermain, beribadah, bahkan ketika kalah bermain game online.
“Ini disinyalir menjadi salah satu pemicu utama cepatnya penyebaran diksi ini,” ungkapnya.
Imam menambahkan, meskipun secara historis dan di beberapa komunitas Jawa Timur kata “Jancuk” mengalami ameliorasi (pergeseran makna ke arah positif, sering digunakan sebagai ungkapan keakraban). Dalam konteks umum dan di mata orang tua maupun guru, kata tersebut tetap memiliki konotasi negatif dan dianggap mengganggu pendengaran. Terutama bila diucapkan oleh anak-anak.
Imam menambahkan, akar masalah terletak pada kecenderungan anak-anak untuk ikut-ikutan berucap tanpa memahami makna atau arti sesungguhnya dari kata tersebut. Jika dibiarkan, gangguan berbicara dan berbahasa ini dikhawatirkan akan merusak kemampuan beradaptasi sosial, perilaku. Hingga kemampuan belajar anak menuju kedewasaan.
‘Kami menyerukan kepada seluruh orang tua dan pendidik untuk mengambil langkah tegas dalam mendampingi generasi muda,” cetusnya.
Imam menerangkan, beberapa langkah yang ditekankan diantaranya mendampingi anak Secara aktifl untuk memastikan mereka tumbuh sebagai generasi yang berakhlakulkarimah. Mengenalkan Diksi yang baik dengan mengganti ucapan spontan yang kasar dengan diksi yang positif, seperti ungkapan syukur (“Alhamdulillah,” “Masya Allah”) atau tobat (“Astagfirullah”) sesuai ajaran agama. Serta menjunjung tinggi etika berbahasa.
‘Kita ingatkan kembali pada anak-anak, ada pepatah Jawa “Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono”. Kehormatan diri dinilai dari ucapan, sehingga perkataan yang baik mencerminkan martabat seseorang,” pungkasnya. (dik/ono)








