Malang, SERU.co.id – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang menanggapi adanya penolakan terhadap layanan transportasi Trans Jatim, terutama dari sopir angkot. Penolakan itu dianggap wajar terjadi, mengingat masih minimnya sosialisasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
Kepala Dishub Kota Malang Widjaja Saleh Putra mengungkapkan, sosialisasi terkait kehadiran layanan Trans Jatim masih minim. Pemprov Jatim selaku penggagas program masih dalam tahap pengumpulan data dan koordinasi.
“Sosialisasi belum dilakukan secara massif dan terbuka. Mereka masih melakukan pengumpulan data,” seru Jaya, sapaannya, Minggu (21/9/2025).
Jaya menanggapi adanya penolakan dari sejumlah pihak, terutama para pengemudi angkutan kota (angkot). Ia menilai, hal tersebut merupakan dinamika yang wajar.
“Itu bagian dari hal yang wajar. Dinamika itu muncul ketika seseorang belum mendapatkan informasi yang lengkap,” ungkapnya.
Jaya mengakui, minimnya sosialisasi memang kerap menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat luas. Meski demikian, ia optimis, Trans Jatim adalah transportasi publik yang sangat dibutuhkan.
Kehadiran transportasi massal ini dapat membantu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Selain lebih ramah lingkungan, karena lebih sedikit emisi karbon yang dihasilkan, kehadirannya juga bisa menjadi solusi kemacetan.
“Tanggung jawab utama dalam sosialisasi program ini berada di tangan Pemprov Jatim. Hal ini dikarenakan Trans Jatim merupakan program yang digagas Pemprov Jatim,” tuturnya.
Diakuinya, Dishub Kota Malang sementara ini belum ada rencana melakukan sosialisasi. Apalagi, masih ada proses pembahasan hingga finalisasi program secara mendetail di tingkat provinsi.
“Kami di Kota Malang sementara belum melakukan sosialisasi. Namun, kami sudah menyusun beberapa skema untuk bersinergi ke depan,” terangnya.
Ia menegaskan, pelaksanaan program ini harus melibatkan sinergi yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah. Dishub Kota Malang telah menyiapkan kajian dan rencana pengembangan sistem transportasi publik, termasuk skema pemanfaatan angkot sebagai feeder Trans Jatim.
“Secara informal sebenarnya mereka sudah tahu soal skema feeder ini. Tapi wajar jika ada penolakan, karena mereka belum mengetahui secara detail,” jelasnya.
Diharapkan sinergi antara Pemprov Jatim dan Pemkot Malang dapat menghasilkan sistem transportasi massal yang terintegrasi. Kehadiran sistem transportasi massal harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan publik yang layak dan terjangkau. (bas/rhd)