TPA Supit Urang Layak Terapkan WTE, PSEL Atau RDF Alternatif Proyek Pendanaan Pusat

TPA Supit Urang Layak Terapkan WTE, PSEL Atau RDF Alternatif Proyek Pendanaan Pusat
TPA Supit Urang dinilai layak menerapkan pengolahan sampah berbasis teknologi WTE. (Seru.co.id/bas)

Malang, SERU.co.id – TPA Supit Urang dinilai layak untuk menerapkan pengolahan sampah terpadu berbasis teknologi Waste to Energy (WTE). Opsi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) dan Refuse-Derived Fuel (RDF) menjadi alternatif proyek yang bisa didanai pemerintah pusat.

Kepala Bidang Wilayah III Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa Kementerian LHK, Gatut Panggah Prasetyo mengungkapkan, pengolahan sampah merupakan persoalan krusial. Pengolahan sampah berbasis teknologi WTE dilakukan berdasarkan potensi timbulan sampah di suatu wilayah.

Bacaan Lainnya

“Untuk membangun pusat tenaga listrik dari pengolahan sampah, dibutuhkan timbulan sampah yang mencukupi. Di Malang Raya, kebutuhan minimalnya mencapai 1.000–2.000 ton per hari untuk PSEL,” seru Gatut, saat mengunjungi TPA Supit Urang, Jumat (17/10/2025).

Kepala Bidang Wilayah III Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa Kementerian LHK menjelaskan, potensi pengembangan PSEL dan RDF. (Seru.co.id/bas)
Kepala Bidang Wilayah III Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa Kementerian LHK menjelaskan, potensi pengembangan PSEL dan RDF. (Seru.co.id/bas)

Ia menjelaskan, hasil survei menunjukkan TPA Supit Urang dinilai layak menjadi lokasi program WTE. Kota Malang layak mengembangkan PSEL maupun program LSDP, untuk mengolah sampah menjadi produk ekonomi seperti RDF.

Lebih lanjut, Gatut menuturkan, pengolahan sampah menjadi energi listrik telah masuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Namun, implementasinya membutuhkan kajian mendalam dan koordinasi lintas pihak.

“Kalau pembangunan PSEL butuh kajian mendalam, terutama dengan PLN sebagai satu-satunya pihak yang berwenang membeli listrik dari hasil pengolahan sampah. Jangan sampai setelah investasi besar dilakukan, justru pemasarannya tidak bisa berjalan sehingga proyeknya mangkrak,” tegasnya.

Sesuai arahan Menteri LH, apabila timbunan sampah di TPA tidak terlalu besar, pengolahan sampah lebih baik mengarah pada produk RDF. Produk ini dinilai strategis, sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara untuk industri.

“RDF menjadi opsi yang lebih realistis, karena membutuhkan biaya investasi lebih kecil dibandingkan PSEL. Sedangkan beberapa daerah yang sudah mengoperasikan PSEL di antaranya TPA Benowo Surabaya dan Sukabumi yang berdekatan dengan Industri,” jelasnya.

Kota Malang Dorong Proyek Pengolahan Sampah Didanai Pemerintah Pusat

Sementara, Plh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Gamaliel Raymond Hatigoran Matondang menyampaikan, pihaknya mengupayakan dukungan pendanaan proyek waste to energy. Terdapat dua alternatif, yakni proyek PSEL dan RDF yang bisa didanai pemerintah pusat melalui Danantara.

“Rencananya, Menteri Dalam Negeri sempat dijadwalkan hadir untuk meninjau kesiapan Kota Malang. Tapi, karena padatnya agenda, kunjungan sudah diwakilkan oleh Dirjen Bangda Kemendagri,” ujarnya.

Raymond menjelaskan, penentuan proyek masih menunggu hasil seleksi dari pemerintah pusat. Adapun proyek PSEL mempersyaratkan kebutuhan volume sampah yang tinggi dan biaya investasi yang besar.

“Awalnya diminta 1.000 ton per hari, tetapi kemudian terjadi perubahan menjadi 2.000 ton, sehingga belum memungkinkan. Kementerian belum memutuskan untuk dilaksanakan di Kota Malang. Karena itu, kita fokus pada alternatif RDF yang anggarannya bisa full dari Danantara,” jelasnya.

Dua tahun lalu, proyek RDF di Kota Malang sempat dirancang menggunakan pendanaan dari World Bank, dengan kewajiban Pemkot menyertakan dana sekitar Rp50 miliar. Namun, melihat kondisi fiskal dan efisiensi saat ini dinilai belum memungkinkan.

“Menurut kajian tahun 2023, biaya pembangunan RDF diperkirakan mencapai Rp187 miliar, dan kini kemungkinan meningkat di atas Rp200 miliar. Sementara, pembangunan PSEL bisa menelan biaya hingga Rp500 miliar dan apabila hasil kajian dibangun, baru bisa terealisasi pada 2027,” terangnya.

Raymond menyebut, apabila pengembangan RDF lebih memungkinkan, maka tidak diperlukan kerja sama Malang Raya. Timbunan sampah di TPA Supit Urang sudah mencukupi untuk proyek tersebut

“Dari kunjungan Bangda kemarin, opsi RDF dinilai paling realistis dan sesuai kapasitas timbulan sampah yang ada. Itu dari Danantara (pembiayaannya, red),” tandasnya. (bas/mzm)

 

disclaimer

Pos terkait

klan ucapan HUT Pemprov Jatim dari Bank jatim