Malang, SERU.co.id – Ratusan santri yang tergabung dalam Santri Malang Menggunggat dan Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) kompak memboikot tayangan Trans7. Pasalnya, tayangan Xpose Uncensored Trans7 dinilai melecehkan pesantren dan kiai, sehingga mereka menuntut pencabutan izin siaran stasiun televisi tersebut.
Massa membawa spanduk bertuliskan ‘Cabut Izin Trans Corps #BoikotTrans7’ dan menyerukan KPI harus segera mencabut izin siaran. Dengan begitu, mereka berharap, stasiun televisi tersebut bisa tutup permanen.
Sekretaris Himasal Malang Raya, Muhammad Taufikurahman mengungkapkan, aksi ini dilakukan sebagai bentuk pembelaan terhadap para kiai. Tayangan Trans 7 Xpose Uncensored Trans7 mengandung unsur fitnah dan pelecehan kepada para alim ulama.
“Kami dari Himasal bergabung dengan aliansi Santri Malang Raya Menggugat untuk membela kiai kami yang diframing jelek. Pesantren kami dianggap tempat feodalisme, padahal kami sudah eksis lebih dari 100 tahun,” seru Taufik, di sekitar Alun-alun Tugu, Rabu (15/10/2025).
Taufik menjelaskan, kecintaan santri kepada kiai bukan karena sikap mengkultuskan. Tetapi bentuk penghormatan dan rasa terima kasih atas bimbingan spiritual dan moral yang diberikan.
“Kiai bagi kami adalah sosok orang tua, bahkan lebih dari itu. Mereka mendidik kami lahir dan batin,” ungkapnya.
Ia mengibaratkan, jika pesantren adalah tubuh, maka kiai adalah jantungnya. Jika jantung tersakiti, seluruh tubuh juga akan merasakan sakitnya.
Dalam aksinya, para santri menuntut pihak Trans7 untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung dengan sowan ke pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Selain itu, mereka juga menuntut adanya tayangan pembanding yang menepis stigma negatif terhadap pesantren, serta penarikan seluruh konten yang sudah beredar.
“Apabila tidak ditindaklanjuti, kami siap menggelar aksi massa yang lebih besar untuk menuntut penutupan Trans7. Apalagi aksi serupa juga terjadi di berbagai daerah. Para santri di Malang siap berangkat ke Jakarta bila mendapat izin dari para kiai untuk menyampaikan tuntutan langsung ke pihak Trans7,” terangnya.
Turut hadir, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menyatakan, dukungan moral terhadap aksi damai tersebut. Ia menegaskan, Pemkot Malang akan memfasilitasi penyampaian aspirasi para santri ke pihak berwenang.
“Kami menerima aspirasi dari para santri dan akan mengawal proses hukumnya. Kami berharap, hal ini tidak memicu konflik dan semua diselesaikan secara hukum,” jelasnya.
Wahyu menilai, tayangan yang dipersoalkan mencerminkan ketidaktahuan pembuat konten terhadap kehidupan pesantren yang sesungguhnya. Ia menyayangkan, karena awak media seharusnya menjalankan tugas jurnalistik dengan baik berbekal pengetahuan.
“Kehidupan santri bukan bentuk feodalisme, melainkan rasa hormat kepada guru dan kiai. Itu hal yang wajar dan sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka,” tegasnya.
Ia juga menekankan, penutupan Trans7 bukan keputusan yang mudah, karena harus melalui proses hukum dan penilaian objektif. Terkait hal itu, ia menyampaikan, para santri menyerahkan langkah hukum ke pihak yang berwewenang.
“Kalau memang ditutup, itu sudah jadi risiko. Tapi harus ada dasar kuatnya dan dilihat dulu siapa aktor yang bertanggung jawab atas konten itu,” tukasnya.
Aksi damai di Kota Malang berlangsung tertib dengan pengamanan dari aparat kepolisian. Para peserta kemudian membubarkan diri setelah menyampaikan pernyataan sikap kepada Wali Kota Malang dan perwakilan DPRD Kota Malang. (bas/rhd)