“Pabrik tinggal sedikit, dulunya itu di daerah saya. Buka di Codo itu 14 lokasi, sekarang tinggal 3,” terangnya.
Kondisi tersebut berdampak pada pengrajin lidi lokal, yang biasanya dikerjakan para ibu-ibu rumah tangga, untuk menambah pendapatan dan tak kadang menjadi pendapatan utama. Mereka harus merelakan kehilangan pekerjaan tersebut, karena pabrik yang menampung produk mereka semakin berkurang.
“Yang ngerajang hampir punah, karena masalahnya yang jual pabriknya udah jarang ada,” tutur Supardi.
Supardi mengaku, untuk bahan satu kilogram lidi impor itu dirinya harus merogoh kocek Rp25 ribu, sementara lidi lokal dihargai Rp4 ribu per kilogramnya. Nantinya 30 kilogram lidi impor China yang sudah digarap akan menjadi dupa seberat 1,5 kwintal.
Sedangkan harga jualnya, para pengrajin dupa Wagir biasanya mengirim ke pulau Bali, untuk 30 kilogram dupa dari lidi China dihargai Rp300 ribu. Sedangkan untuk dupa lokal, yang penggarapannya tergolong lebih rumit harganya justru lebih murah, untuk per 40 kilogram dijual seharga Rp250 ribu.
Meskipun sudah hampir punah, namun peminat dan permintaan pasar dupa lokal masih banyak. (wul/rhd)
Baca juga:
- Entas Anak Tidak Sekolah, Pemkab Malang Bentuk Tim Saber ATS Kecamatan
- HPI DPC Malang Gelar Tour Guide Development Program 2025, Ajang Seleksi Calon Anggota Baru
- Hulu Brantas Bersih, Tim Susur Sungai Justru Temukan Limbah dari Kandang Babi dan Pabrik tahu
- Disdikbud Kota Malang Wajibkan Pelajar Pakai Busana Muslim di Hari Santri
- Kementerian Imipas Terus Berbenah Pecat 17 Pegawai dan Gelar 11 Ribu Razia di Lapas