• Tim Staf Ahli Kemenkumham Kunjungi Lapas Lowokwaru
Kota Malang, SERU – Mengusung program pemerintah SDM Unggul Indonesia Maju, Staf Ahli Kemenkumham Bidang Politik dan Keamanan, Ambeg Paramarta, bersama tim mengunjungi Lapas Klas I Lowokwaru Malang, Selasa (12/11/2019). Kunjungan ini sebagai upaya percepatan atas implementasi Permenkumham no 35/2019 tentang Revitalisasi Pemasyarakatan.
Kunjungan tersebut untuk mengetahui implementasi di lapangan, terkait kendala, hambatan, dan peluangnya, dalam klasifikasi lapas dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan klaster maximum, medium, atau minimum security.
“Ini masih proses tahap awal revitalisasi, yaitu melakukan asesmen WBP dengan klasifikasi penempatan. Intinya, untuk mempercepat proses pemasyarakatan agar berjalan dengan tujuan yang diharapkan, yaitu menghasilkan output WBP kembali ke masyarakat dengan kompetensi skill, sehingga memudahkan mantan napi untuk bekerja,” ungkap Ambeg, sapaan akrabnya, usai mengunjungi Lapas Pasuruan.
Kali ini tim mengambil sampel kunjungan di Lapas Malang sebagai medium security dan Lapas Pasuruan sebagai maximum security. Disebutkan, ada 13 Lapas di Jawa Timur sebagai pilot project. Diantaranya Lamongan, Pasuruan, dan Blitar masuk klaster maximum security. Lapas Klas I Malang, Surabaya, Madiun, Tulungagung dan Banyuwangi, masuk klaster medium security. Beberapa lapas klaster minimum security. Serta LPW Sukun Malang dan LPKA Blitar masuk klaster multi purposes (maximum, medium dan minimum).
Menurut Ambeg, kendala yang ditemukan yaitu masih terbatasnya petugas asesmen (asesor) yang diemban Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk mengklasifikasi WBP. Dimana jumlah WBP jauh lebih besar dibandingkan jumlah asesor.
“Ini kami lakukan secara bertahap. Dari hasil diskusi kemarin, Kadiv Pas akan melakukan action plan. Diantaranya, dengan inventarisasi para petugas yang telah mengikuti pelatihan asesor, dan membuka pelatihan asesor, sehingga revitalisasi bisa berjalan dengan baik,” jelas Ambeg, didampingi Kepala Divisi (Kadiv) Pemasyarakatan (PAS) Kanwil Kemenkumham Jawa Timur, Pargiyono.
Selain asesor, ketersediaan sarana prasarana terkait masa transisi multi purposes ke single puposes memerlukan waktu. Sehingga dengan aplikasi pilot project pada 13 Lapas di Jatim ini, akan memudahkan skema pemasyarakatan, dimulai dari penerimaan, penempatan, pelaksanaan program pembinaan dan pengakhiran. Penerimaan dan penempatan menjadi wewenang asesor terkait asesmen resiko dan asesmen kebutuhan sesuai klasifikasi narapidana.
Sementara, Kepala Divisi (Kadiv) Pemasyarakatan (PAS) Kanwil Kemenkumham Jawa Timur, Pargiyono, mengatakan revitalisasi pemasyarakatan ini bukan barang baru. Dengan peningkatan PK sekaligus asesor terkait wawasan dan perannya, akan lebih memudahkan output pemasyarakatan lebih berkualitas. “Karena tujuan revitalisasi pemasyarakatan ini untuk memberikan yang terbaik bagi WBP,” seru Pargiyono.
Senada, salah satu asesor angkatan pertama 2011 dari Malang, yaitu Kepala Lapas Wanita Klas IIA Sukun, Ika Yusanti, sekaligus trainer asesor, sangat mendukung program percepatan revitalisasi pemasyarakatan. “Dengan pemenuhan dan percepatan asesor akan lebih memudahkan asesmen kepada WBP sesuai klasifikasinya. Sehingga revitalisasi pemasyarakatan akan lebih mudah dan cepat dilaksanakan,” jelas Ika.
Terkait teknis pelaksanaan, Kalapas Klas I Lowokwaru Malang, Anak Agung Gde Krisna, mengatakan pola pembinaan klasifikasi WBP dalam klaster pemasyarakatan tentunya berbeda-beda. Semisal maximum security diperlukan pembinaan mental dan agama, sementara minimum security diperlukan pembinaan kompetensi kerja. Sedangkan minimum security pada pembinaan skala produksi sebagaimana skillnya dengan terjun langsung ke masyarakat.
“Intinya perubahan perilaku narapidana. Semakin dia baik, disiplin, dan perilaku baik lainnya, akan semakin cepat dia bergeser klasifikasinya. Karena meski dia dihukum, tapi belum tentu dia jahat. Proses ini sekaligus solusi over kapasitas,” jelas Agung.
Dijelaskannya, Lapas Lowokwaru Malang ini akan berubah klaster dari multi purposes menjadi single purposes yaitu medium security. Nantinya, akan dikembangkan pula Lapas di Ngajum sebagai minimum security. “Saat ini kami upayakan klasifikasi internal atau seleksi kepada 792 orang narapidana, yang ditempatkan di blok sesuai 3 klaster. Dari total 3.098 orang WBP disini. Ya, untuk mempermudah asesor untuk penempatan WBP di lapas lainnya sesuai klasifikasinya. Meski keputusannya nanti sepenuhnya kembali ke asesor,” jelas Kalapas Lowokwaru yang baru menjabat sepekan ini, meneruskan tongkat estafet Yudi Suseno.
Agung mencontohkan, ketika WBP masuk klasifikasi minimum security, WBP bisa ditempatkan di industri di luar lapas. Selain itu, nantinya WBP akan dibekali sertifikasi dari lembaga kompeten untuk memudahkan mantan napi dalam bekerja. “Misal kemampuannya potong rambut, tukang mebel, dan lainnya. Siang mereka bekerja di tempat industri, malam kembali ke Lapas, atau ada mess tersendiri dari perusahaan. Tentunya, masih dengan pengawasan. Ini solusi over kapasitas dari revitalisasi pemasyarakatan tersebut,” tandasnya. (rhd)