Kota Malang, SERU – Setahun sudah kepemimpinan Walikota Malang Drs Sutiaji dan Wakil Walikota Malang Ir Sofyan Edi Jarwoko. Apa saja yang telah mereka lakukan? Bagaimana manfaat yang dirasakan masyarakat? Apa yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan di sisa kepemimpinan? Sederet pertanyaan ini muncul dalam “Refleksi Satu Tahun Kepemimpinan Sutiaji-Sofyan Edi Jarwoko” di Gedung B lantai 7 FISIP UB, Senin (30/9/2019) siang.
Dalam diskusi untuk mengetahui implementasi visi dan misi yang dilakukan pasangan SAE ini, PWI Malang Raya menggandeng FISIP Universitas Brawijaya, menginisiasi sebagai bentuk kepedulian dan dukungan masyarakat, khususnya media yang mengabarkan kepada masyarakat dan civitas akademik sebagai sumbangsih keilmuan.

Ketua PWI Malang Raya, M. Ariful Huda mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu wujud kepedulian PWI Malang Raya untuk memberikan masukan dan kritik yang konstruktif bagi pemerintah kota Malang. “Setahun kepemimpinan yang telah berjalan. Perlu adanya sinergi dari semua pihak. Bagaimana setahun lalu dan tahun mendatang? Mengusung tema refleksi, ada kalanya kritis, namun ada support dengan solusi. Dengan sinergitas seluruh elemen bisa melahirkan pemikiran positif lainnya. Semoga dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi kota Malang ke depan,” seru Arif King, sapaan akrab Pimred Memorandum ini.
Dekan FISIP UB, Prof Dr Unti Ludigdo, Ak, mengapresiasi adanya kegiatan ini. Menurutnya, hal ini momentum yang sangat bagus sebagai wujud partisipasi warga kota Malang dan responsifnya Pimpinan Kota Malang. Keterbukaan Walikota patut diapresiasi ketika mau menerima kritik dan masukan sebagai amunisi untuk mengimplementasikan kebijakan ke depan. “Dengan masukan konstruktif akan memberikan kekuatan kepada para pimpinan dalam merealisasikan janji yang pernah disampaikan. Meralisasikan janji itu tidak mudah, tapi dengan dukungan dan sinergi semua pihak, maka cukup membantu,” paparnya, usai menandatangani MoA dengan PWI Malang Raya.
Menurutnya, peran wartawan yang blak-blakan dalam menyampaikan informasi, mampu mendorong pemerintah menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Peran wartawan sebagai korektor dan support dalam pemberitaan, dalam mengetahui kekurangan dan kelebihan pimpinan, sehingga masyarakat tahu apa yang terjadi dan bermanfaat bagi masyarakat. “Seringkali kita memiliki pemimpin yang memiliki visi dan misi sangat kuat, tetapi karena dukungan yang lemah, menjadikan visi misi pimpinan tidak bisa terwujud. Di sinilah peran wartawan mensupport dengan penulisan konstruktif, baik kepada pimpinan maupun dinas yang terkait,” tandasnya.
Senada, Walikota Malang Sutiaji sepakat bahwa dirinya dan Bung Edi, sapaan Wawali, tidak bisa sendiri. Butuh dukungan semua elemen masyarakat dalam tumbuh kembang Kota Malang melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat eksekutif dan legislatif. Mengusung konsep Pentahelix ABCGM, dapat menguatkan kebijakan secara luas. “Itu secara eksternal. Di lingkungan internal Pemkot, untuk memaksimalkan kinerja OPD, dilakukan lelang kinerja dan perampingan OPD. Misalnya, pembersihan atau pembangunan gorong-gorong itu tupoksi Disperkim dan PU. Dengan digabung, maka bisa dikerjakan dengan maksimal,” beber mantan Wakil Walikota periode sebelumnya ini.
Yang perlu dipahami oleh masyarakat, Kota Malang tidak bisa serta merta mengambil kebijakan tanpa regulasi yang baik. Sebab dirinya dan eksekutif tak tinggal pengalaman pahit kepemimpinan sebelumnya terulang kembali. “Regulasi yang di kita memang ribet. Contoh penanganan jalan berlubang tidak bisa cepat. Karena regulasinya jelas. Dan yang terjadi dalam pengerjaan aspal tersebut memang menyimpang. Kualitasnya turun 30 persen, belum lagi pelaksanaannya juga tak benar. Untuk itu, kami mohon mari bersama-sama melakukan pengawasan dari semua elemen masyarakat,” paparnya.
Turut hadir para narasumber lain yang turut memberikan masukan dan kritikan, diantaranya Wawan Sobari (pengamat dan akademisi FISIP UB), I Wayan Mundra (pemerhati lingkungan ITN), dan Luthfi J Kurniawan (Pegiat anti korupsi). “Sahabat yang baik itu perlu mengkritik. Saran saya, Balaikota dibuka untuk publik, sehingga ada ruang diskusi dengan masyarakat. Bukan lagi ada barier (garis) karena urusan birokrasi. Buat audit kebijakan, pilah mana kebijakan untuk publik atau hanya memberatkan masyarakat karena semata mengejar popularitas. Sehingga tidak ada suara sumbang,” ungkap Luthfi J Kurniawan.
Pun PR dari kepemimpinan era sebelumnya, secara tidak langsung menjadi PR yang harus segera diselesaikan oleh Sutiaji dan Bung Edi. Agar masyarakat yang terdampak tidak dibuat merasa di PHP dan jelas nasibnya. “Contoh kasus soal pasar Blimbing yang terkatung. Saat beliau dan saya jadi anggota dewan, kami sangat menolak relokasi pasar Blimbing. Namun pak Sutiaji sekarang Walikotanya. Sebagai negarawan, sepantasnya menyelesaikan PR ini,” ungkap Arief Wahyudi, salah satu anggota DPRD Kota Malang, didampingi rekannya Fathol Arifin, yang menyinggung PR Terminal Hamid Rusdi. (rhd)