ForDESI: Menutup Data Pendidikan DPR, KPU Rusak Demokrasi

ForDESI: Menutup Data Pendidikan DPR, KPU Rusak Demokrasi

Surabaya, SERU.co.id – Forum Dosen Indonesia (ForDESI) mengkritik keras langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menutup akses data latar belakang pendidikan anggota DPR. Menurut ForDESI, kebijakan ini bukan hanya melukai transparansi, tetapi juga merusak kualitas demokrasi di Indonesia.

“Kalau data pendidikan wakil rakyat disembunyikan, apa yang tersisa dari demokrasi kita? Rakyat butuh tahu rekam jejak wakilnya, termasuk pendidikannya. Menutup data itu sama saja mengerdilkan hak publik,” tegas Ketua Umum ForDESI, Dr. Sholikh Al Huda, M.Fil.I, Sabtu (2o/9/2025).

Bacaan Lainnya

Sholikh yang juga Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya menilai, keterbukaan informasi adalah roh demokrasi. Jika rekam jejak pendidikan anggota DPR ditutup, rakyat kehilangan alat untuk menilai kapasitas dan integritas para wakilnya.

“Ini bukan sekadar administratif. Pendidikan itu menyangkut kapasitas intelektual seseorang. Kalau sampai ditutup, maka demokrasi kita sedang mundur ke arah elitis,” tambahnya.

Sholikh mengingatkan, data pendidikan wakil rakyat adalah hal yang sangat penting. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, mayoritas anggota DPR berpendidikan sarjana, tetapi tidak sedikit juga yang hanya lulusan SMA atau sederajat.

44,3 persen lulusan S1, 36,5 persen lulusan S2, 5,2 persen lulusan S3 dan 14 persen lulusan SMA atau sederajat

“Bayangkan, masih ada wakil rakyat yang hanya lulusan SMA. Itu tidak salah, tetapi rakyat berhak tahu. Bagaimana bisa rakyat menilai kualitas DPR kalau datanya ditutup rapat-rapat?” ujarnya.

ForDESI menilai, sikap KPU itu berdampak langsung pada kepercayaan publik. Pertama, menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga demokrasi. Kedua, membuka ruang bagi politik transaksional, di mana modal uang lebih dominan dibanding gagasan dan kapasitas. Ketiga, memperkuat politik pragmatis yang jauh dari harapan rakyat.

“Kalau KPU terus begini, jangan salahkan rakyat kalau makin tidak percaya pada DPR. Ini sangat berbahaya bagi masa depan bangsa,” kata Sholikh.

Atas dasar itu, ForDESI mengajukan tiga tuntutan utama kepada KPU:

Pertama, Membuka kembali secara penuh data pendidikan seluruh anggota DPR dan calon legislatif.
Kedua, Menjamin keterbukaan data politik, termasuk rekam jejak organisasi dan catatan hukum.
Ketiga, Memperbaiki mekanisme seleksi dan verifikasi calon wakil rakyat agar tidak hanya bertumpu pada popularitas atau kekuatan finansial.

“Demokrasi tidak boleh dipermainkan. Kalau keterbukaan data saja sudah dikunci, maka kita sedang membiarkan demokrasi runtuh pelan-pelan,” pungkasnya. (*/sho/ono)

disclaimer

Pos terkait