Malang, SERU.co.id – Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Dr KH Romo R Muhammad Syafi’i SH MHum menekankan pentingnya pendidikan inklusif sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045 dalam kuliah tamu di Universitas Brawijaya (UB), Rabu (12/2/2025).
Ia menyoroti peran Pancasila dan UUD 1945 dalam mendorong inklusivisme di berbagai bidang, termasuk pendidikan, politik dan ekonomi. Dengan pendekatan inklusif, kampus-kampus diharapkan dapat membuka akses lebih luas bagi semua mahasiswa, demi menciptakan generasi yang inovatif dan berdaya saing global.
Mewakili Rektor UB, Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi UB, Prof Dr Unti Ludigdo SE MSi Ak menyampaikan, apresiasi atas kehadiran Wamenag. Ia juga mengatakan, keunggulan UB sebagai salah satu kampus terbesar di Indonesia dengan lebih dari 70.000 mahasiswa dan 192 program studi yang tersebar di Malang, Kediri, dan Jakarta.
“Kegiatan keagamaan di UB luar biasa, termasuk Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan pembinaan keagamaan di Masjid Raden Patah, serta pembinaan tahfiz Quran. Selain itu, berbagai unit kegiatan mahasiswa (UKM) juga berkolaborasi dengan pusat pembinaan keberagaman. Kami ingin terus mengembangkan kegiatan-kegiatan ini,” ujar Prof. Unti dalam sambutannya di Widyaloka UB.

Dalam pemaparannya, Wamenag Syafi’i menekankan, inklusivisme telah menjadi bagian dari nilai dasar bangsa Indonesia, sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Inklusivisme telah diajarkan oleh Allah. Kita tidak boleh menutup diri karena gender, suku dan lainnya. Allah tidak pernah memuliakan suatu kelompok karena yang mulia hanyalah mereka yang paling bertakwa. Kita juga tidak boleh bersikap tidak adil hanya karena perbedaan agama,” tegasnya.
Syafi’i juga mengapresiasi Asta Cita, visi pembangunan yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menempatkan inklusivisme sebagai bagian dari kebijakan strategis di berbagai sektor, termasuk pendidikan.
Baca juga: Perkuat Kolaborasi Global, FIB UB Jalin Kerja Sama Industri Budaya dengan Peking University
“Dalam Asta Cita, inklusivisme diterjemahkan dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya, dalam politik, Indonesia sejak awal bersikap inklusif dengan prinsip non-blok, tidak terjebak pada satu paham tertentu, tetapi mendasarkan kebijakan pada hak asasi manusia. Di bidang ekonomi, kita tidak memilih sistem liberal atau sosialis, tetapi ekonomi Pancasila, ekonomi yang adil, berbasis kebersamaan, serta tidak bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan,” paparnya.
Wamenag juga menekankan, pendidikan inklusif harus menjadi standar dalam sistem pendidikan nasional. Menurutnya, kampus-kampus harus memberikan kesetaraan akses bagi seluruh mahasiswa, terlepas dari latar belakangnya.
Baca juga: FKAUB-Matos Doa Bersama Lintas Agama Rayakan Imlek 2025 ‘Wise of Wooden Snake’
“Kampus harus memastikan bahwa setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses ilmu pengetahuan, penelitian dan pengembangan teknologi. Tidak boleh ada batasan karena disiplin ilmu atau hambatan struktural lainnya,” ujarnya.
Dengan pendekatan inklusif, lanjutnya, perguruan tinggi diharapkan dapat melahirkan inovasi yang mendukung kemajuan bangsa.
“Pancasila harus menjadi filter dalam mengembangkan inklusivisme menuju Indonesia Emas 2045, agar setiap warga negara bisa berkontribusi dalam pembangunan,” tutupnya. (aan/mzm)