Psikolog UB: WFH Munculkan Tekanan Sosial Baru Bagi Masyarakat

 :

Bacaan Lainnya

Malang, SERU.co.id – Kondisi Covid-19 mengharuskan stay at home atau kerja di rumah, dapat memunculkan stressor atau tekanan baru. Tidak hanya bagi orang tua, namun juga bagi anak-anak, terutama dengan banyaknya tugas yang diberikan dari pihak sekolah.

“Dengan adanya tugas yang biasanya dikerjakan di sekolah, dan saat WFH harus mengerjakan berbagai macam tugas sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, ditambah harus online di jam yang ditentukan, membuat anak punya tekanan sendiri,” ungkap Psikolog UB Ary Pratiwi, SPsi, MPsi.

Ary mengatakan, kerja di rumah juga menyebabkan pola jam kerja berubah, dari biasanya pagi sampai siang, kini bisa menjadi malam bahkan tengah malam. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya stress, Ary berharap agar para orang tua tetap meluangkan waktu bermain, terutama bersama keluarga. “Utamanya untuk menciptakan hati yang gembira. Karena hati yang gembira adalah obat di masa pandemi seperti saat ini,” imbuhnya.

Meski memunculkan tekanan sosial baru, namun Pengamat Komunikasi Universitas Brawijaya (UB), Maulina Pia Wulandari, SSos,. MKom., PhD mengakui kerja di rumah akibat pandemi Covid-19 membuat intensitas komunikasi antara anggota keluarga mengalami peningkatan.

“Anggota keluarga yang biasanya hanya berinteraksi pada malam hari. Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini akan lebih banyak bertemu dan berkomunikasi. Pasangan suami istri yang biasanya bertemunya cuma pada malam hari, maka ketika ada penerapan WFH akan bertemu mulai pagi sampai paginya lagi. Hingga akhirnya bisa memperlihatkan sifat asli masing-masing,” terang Pia, sapaan akrabnya.

Namun, meningkatnya intensitas komunikasi tersebut tidak selalu dibarengi dengan kualitas komunikasi. Kondisi ini tergantung dengan kondisi psikologi masing-masing keluarga. Pia menjelaskan anggota keluarga yang si ayah baru saja mendapat Pemutus Hubungan Kerja (PHK), tentu akan berpengaruh terhadap pola komunikasi.

Oleh karena itu, harus ada rambu-rambu yang harus dipahami saat berkomunikasi terutama menyangkut hal-hal yang sifatnya sensitif. “Jika mau bicara jangan membicarakan soal ekonomi. Boleh menyinggung tapi sedikit saja dan tidak sensitif membicarakan masalah uang,” katanya. (rhd)

disclaimer

Pos terkait