Peduli Pasar Tradisional, Mahasiswa ITN Terapkan Pepatran di Gianyar

Delegasi PWK ITN menyabet juara 3 kategori pertama Studio Perencanaan Tata Ruang 2019. (ist)

• Diganjar juara 3 kategori rencana umum RTRW

Kota Malang, SERU – Bicara pasar tradisional, terngiang dalam benak kita kesan kumuh, becek dan bau, serta hal lain yang kurang berkenan. Menyadari pandangan ini, empat mahasiswa prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, mencoba meneliti dan membuat konsep tentang pasar tradisional di Kabupaten Gianyar, Bali, untuk diubah menjadi pasar seni Internasional dalam bentuk draft Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang diberi nama PEPATRAN atau Pengembangan Pasar Tradisional Gianyar Bali.

Baca Lainnya

Berkat ide dan kepeduliannya, Ivana Della Samosir, Muhammad Rizal Firdaus, Muhammad Nukhliz Fauzi, dan Siti Nurhamdi, sebagai delegasi mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini, berhasil meraih juara 3 kategori rencana umum RTRW/RDTR kota, kabupaten, provinsi), dalam lomba karya terbaik Studio Perencanaan Tata Ruang 2019 yang digelar Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 2-3 Oktober 2019 lalu.

Tim menjelaskan kepada dewan juri tentang konsep Pepatran. (ist)

“Kami meneliti beberapa pasar tradisional di Kabupaten Gianyar, Bali, selama 10 hari, untuk membenahi tata ruang pasar agar bisa naik kelas menjadi pasar seni internasional. Kami meneliti pada 5 pasar umum dan 3 pasar seni. Akan tetapi setelah melihat secara detail, pasar di Kecamatan Tegalalang bisa dikembangkan dengan konsep kami,” ungkap Ivana Della Samosir, Ketua Kelompok, kepada awak media.

Dijelaskan Della, konsep ini menempatkan pasar tradisional melalui pengembangan perencanaan wilayah berbasis sektor perdagangan dan jasa. Diangkatnya pasar melalui konsep Pepatran ini, karena mereka ingin pasar tradisional tidak tersingkir dengan keberadaan pasar modern dan perkembangan tehnologi.

“Untuk persiapan dan terjun ke pasar tradisional memakan waktu 10 hari, namun penyusunan dokumennya memakan waktu dua hingga tiga bulan. Nah, saat presentasi kami diberi masukan dewan juri agar konsepnya dibuat tahunan, bukan 100 tahun seperti yang kami buat. Karena perubahan tata kelola ruang umum itu pasti berubah per periode tahunan,” jelas mahasiswa semester tujuh ini, mewakili dosen pembimbing, Arief Setyawan, ST, MT.

Bersama Dirjen Pemanfaatan Ruang ATR sebagai salah satu juri. (ist)

Senada, salah satu anggota kelompok, Muhammad Rizqi Firdaus menambahkan, banyak pedagang pasar Kecamatan Tegalalang yang berjualan di pinggir jalan karena tidak tertampung didalam pasar, padahal produk kesenian yang dihasilkan sudah ke level ekspor. “Beberapa sudah memiliki pasar ekspor. Konsep ini cocok untuk pasar Tegalalang, dengan luasan pasar sekitar 1.701 meter, kalau dikonsep bisa menampung 7.801 kios untuk para pedagang,” tambah Rizqi.

Sekedar informasi, dalam ajang ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori pertama, Penyusunan Rencana Umum RTRW dan/atau RDTR, Kota, Kabupaten, atau Provinsi, dan kategori kedua, Penyusunan Perencanaan pada skala Kawasan (setara dengan Urban Design). Untuk kategori pertama diikuti oleh 38 perguruan tinggi, dan kategori kedua diikuti 34 perguruan tinggi. Dimana masing-masing tim mengikutsertakan lebih dari empat orang. “Ini tantangan awal kami, karena setiap perguruan tinggi mengeluarkan anggota lebih dari empat orang. Harapannya, ke depan adik tingkat kami bisa meneruskan kembali,” tandas Rizki. (rhd)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *