Lamongan, SERU.co.id – Anjloknya harga gabah, banyaknya hama tikus, dan kelangkaan pupuk bersubdi. Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tindaklanjuti dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bulog, mitra kerja Bulog, satker dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mengatasi persoalan yang di hadapi para petani, bertempat di ruang rapat kerja Komisi B DPRD Kabupaten Lamongan. Senin (15/3/2021).
Sulikin mitra kerja bulog menyatakan, “memang waktu pertama kali panen raya kita ada di Kecamatan Tikung dan Kecamatan Kembangbahu ini mengalami hancur di posisi harga, jadi tembus harga kemaren kita beli angka 3500-3600 itu riel yang terjadi dilapangan, Mulai hari ini ada kenaikan, kenaikan berkisar antara 200-300, kenaikan bukan dari segi harga tapi dari kualitas yg terjadi dilapangan sehingga hasil rendemi itu ada kenaikan menjadi 3600-3900.” Ucapnya.
Lalu saya sendiri selaku mitra sama sekali belum melaksanakan pengadaan maupun barang saya masuk kebulog, dengan asumsi mutu yang ada di Kecamatan Tikung dan Kecamatan Kembangbahu ini dengan asumsi broken 20% KA 14 (SNI) dan wilayah lainnya tidak mungkin masuk ke Bulog. Sulikin juga berharap “kami selaku mitranya juga dengan asumsi Lamongan beda dengan daerah yang lain dengan ajungan broken 20% KA 14 mustahil kalau tidak ada konspensasi dari pemerintah dan bulog mustahil dapat tercapai,” paparnya.
Kepala Bulog subdrive III Bojonegoro Slamet Kurniawan juga memaparkan, di Lamongan kami masih mempunyai beras sejumlah 9400 ton dan saat ini masih tersimpan, beras ini ada kami simpan sejak tahun 2018, sedangkan kapasitas gudang Bulog di Lamongan maksimal 10 ribu ton, sehingga itu terkadang yang menjadi problem sehingga gabah petani belum terserap secara maksimal.
Lebih lanjut, “penyerapan gabah di wilayah Lamongan baru sekitar 50 ton. Ia beralasan penyerapan yang masih belum maksimal itu, karena kualitas gabah di Lamongan tidak memenuhi standar yang diharapkan. Selain itu Bulog beralasan rendahnya penyerapan gabah juga disebabkan kapasitas gudang Bulog tidak bisa menampung.” Jelasnya.
Anshori Sekretaris Komisi B dari Fraksi Gerindra prihatin dengan nasib petani yang pada musim panen ini harga padi anjlok 3500-3800 seperti hasil saya sidak di 3 kecamatan, padahal petani Lamongan ini sudah banyak memberikan sumbangsih pada negara Indonesia, dan khususnya pemerintah Kabupaten Lamongan.
Hal ini terbukti, bahwa sektor pertanian penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Lamongan, produksi padi tertinggi di Jawa timur dan nomer 3 se-indonesia, tapi apa yang sudah di berikan pemerintah pada para petani? Petani belum merasakan kehadiran pemerintah ketika para petani mengalami kesusahan, ketika terjadi serangan hama tikus dan harga padi masa musim panen anjlok pemerintah tidak bisa banyak berbuat. Begitu juga ketika para petani butuh pupuk waktu awal musim tanam, yang ada terjadi kelangkaan pupuk, di perparah lagi kenaikan harga pupuk, ujar Anshori dengan nada geram.
Anshori juga menyesalkan paparan kepala OPD dan Bulog, sangat jelas bahwa OPD dan Bulog belum siap mengantisipasi anjloknya harga padi di tingkatan petani. Apa yang di sampaikan OPD atau asisten miskin data, dan belum ada langkah kongkrit, masih sekedar wacana.
“Seharusnya mereka menyampaika apa- apa yang bisa di lakukan pemerintah untuk menstabilkan harga pada musim panen bulan disertai data2 yang lengkap. begitu juga bulog seharusnya tidak menjadikan kapasitas gudang jadi alasan untuk menyerap padi dari petani.” Tegas Anshori Sekretaris Komisi B.

Kapasitas gudang di Sukorejo dan karangkembang totalnya 15.000 ton, sedangkan stock beras masih ada 9400 ton, artinya masih ada ruang untuk mengisi padi atau beras sebesar 5600 ton. Jadi seharusnya ruang yang kosong untuk 5600 ton itu yang di gunakan untuk penyerapan beras dan padi. Begitu juga terkait kualitas padi tidak di jadikan alasan, tidak semua padi di Lamongan kualitas kurang baik, masih banyak kualitas padi di Lamongan yang cukup baik dan sesuai standard Bulog, buktinya kemarin waktu komisi sidak ke Bulog, ada pasokan beras dari mitra Bulog asal Kecamatan Sukorame.
Lebih lanjut Anshori sekretaris komisi B ini menyatakan “tidak adanya standar harga mitra Bulog yang mengambil padi dari petani, tak bisa menolong stabilisasi harga padi, dengan tidak adanya standar ini maka mitra Bulog dalam membeli padi dari petani, berarti sama aja mitra Bulog ini dengan tengkulak, kalau memang mitra Bulog ini tidak ada niatan untuk membantu menstabilkan harga, kami minta Bulog dan pemkab mengevaluasi mitra-mitra Bulog yang selama ini sudah bekerjasama dengan Bulog dan pemkab.” Tambah Anshori.
Selain itu, Anshori politisi asal dapil V ini menuturkan, “bahwa serapan padi oleh OPD ketahanan pangan untuk lumbung pangan seperti yang di sampaikan oleh kepala dinas ketahanan pangan akan di lakukan pada bulan Juli dan akhir tahun ini, artinya tidak ada niatan pemerintah daerah untuk turut serta menstabilkan harga padi yang lagi anjlok, saya meminta agar penyerapan padi untuk lumbung pangan segera di realisasikan bulan ini.” Pungkas politisi asal Desan Keben. (Fiq)