Peran Cyber Ethic Terhadap Ekonomi Dimasa Covid-19

Peran Cyber Ethic Terhadap Ekonomi Dimasa Covid-19
Peran Cyber Ethic Terhadap Ekonomi Dimasa Covid-19
Wahyuli Dwiki Nanda
Teknik Informatika – Universitas Muhammadiyah Malang

Di saat pandemi Covid-19 seperti ini masyarakat diharuskan lebih banyak mengerjakan aktivitas sehari hari hanya di rumah, seperti bekerja, sekolah, bahkan belanja juga dilakukan melalui rumah dikarenakan pemerintah membatasi aktivitas masyarakat agar penyebaran virus tidak semakin menyebar luas. Dengan ada pembatasan tersebut secara tidak langsung aktivitas perekonoian juga terhambat. Pada sektor ekonomi di masa covid apalagi yang masih melakukan jual beli secara tatap muka dengan adanya pembatasan penghasilan mereka turun drastis. Untuk memaksimalkan penjualan masyarakat pemerintah menyarankan masyarakat bisa menggunakan internet dengan transaksi online dengan cara transfer. Agar masyarakat tidak mengalami krisis ekonomi mau tidak mau pelaku mereka harus bisa mengikuti perkembangan teknologi sekarang ini. Dan tanpa kita sadari masyarakat saat ini dipaksa untuk memasuki era 4.0 secara nyata.

Saat sekarang ini banyak start up yang beramai-ramai menciptakan aplikasi atau suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari hari tanpa harus meninggalkan rumah mereka, hal ini dapat membantu perkembangan perekonomian, di mana banyak perusahaan marak memutuskan hubungan kerja terhadap karyawannya dikarenakan memburuknya keuangan yang ada pada perusahaannya. Beberapa start up yang sudah ada sebelum pandemi saat ini seperti aplikasi Shopee, Tokopedia, dan yang lainnya mampu menjadi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di masa pandemi Covid -19 ini secara online dengan menggunakan smartphone mereka hanya melalui rumah. Pandemi Covid-19 sangat menguntungkan para pedagang yang sudah melakukan penjualan secara online sebelum masa pandemi dengan meningkatnya pendapatan mereka. Serta sekarang semakin banyak masyarakat berbelanja dengan online, masyarakat beramai ramai membuat akun online shop baik sebagai pembeli maupun penjual.

Bacaan Lainnya

Dari survei MarkPlus, responden yang semula hanya sebanyak 4,7% yang berbelanja secara online di masa sebelum pandemi seperti saat ini, meningkat menjadi 28,9%. Sebaliknya persentase responden yang berbelanja secara konvensional yang awalnya adalah 52,3% turun menjadi hanya 28,9%. Bahkan Perusahaan data dan kecerdasan buata atau artificial intelligence(AI), Analytic Data Advertising(ADA) mencatat adanya lonjakan yang sangat signifikan terhadap penggunaan aplikasi belanja online di masa pandemi, ADA mencatat penggunaan aplikasi belanja online melonjak sebanyak 300% ketika sosial distancing diterapkan.

Melihat dari permasalahan, solusi, serta survei yang dilakukan tidak terlepas dari media internet yang mana kita ketahui maraknya terjadi cyber crime atau kejahatan dalam dunia maya saat ini. Oleh sebab itu kita memerlukan peraturan-peraturan yang disepakati bersama dan untuk dipatuhi dalam melakukan suatu interaksi ataupun transaksi antar pengguna teknologi. Tidak adanya batasan fisik yang jelas dalam menggunakan teknologi informasi ini kita sebagai pengguna diharapkan mau mematuhi cyber ethic (beretika dalam internet) agar kita bisa lebih bijak untuk menggunakan media-media internet. Di masa pandemi Covid-19 ini juga mewajibkan kita harus belajar lagi, selain cara penggunaan aplikasi yang memudahkan kita melakukan pekerjaan kita juga dituntut harus tau cara beretika dalam dunia internet serta tau undang-undang yang dibuat pemerintah tentang dunia internet agar kita tidak menjadi pelanggar hukum baik sengaja maupun tidak disengaja.

Penggunaan internet yang tidak bijak dapat menimbulkan kejahatan, hal ini menjadi tantangan bagi berbagai negara didunia. Seperti yang terjadi pada salah seorang pedagang pada platform Tokopedia yang mengakibatkan toko onlinenya tersebut rugi Rp 118 juta, kasus tersebut di unggah oleh akun bernama Grenpeel pada akun Kaskus. Pemilik akun tersebut mengaku dia adalah karyawan Grenpeel store yaitu sebuah online shop gadget yang berada di Jakarta. Dalam forum Kaskus tersebut, dia menceritakan kronologi kejadian peretasan. Selain dari kejahatan di atas juga masih banyak lagi jenis jenis kejahatan dalam internet seperti meretas akun belanja penguna/pembeli pada platform online shop dan masih banyak lagi.

Dengan adanya kejahatan yang terjadi pada beberapa platform online shop banyak aduan yakni terkait pengembalian dana (refund). Ini banyak terjadi saat pandemi virus korona, karena penggunaan layanan e-commerce meningkat pada saat sekarang. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut beberapa platform belanja online sudah memperkuat sistem keamanan, selain itu juga mengingatkan konsumen agar tetap waspada. Pemerintah Indonesia juga melindungi masyarakat dengan mengeluarkan undang undang yang dapat menjerat pelaku penipuan online yaitu pada UU ITE Pasal 28 ayat(1) “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.” dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan mampu mengatasi cyber crime yang ada.

Di sini peran cyber ethic sangat berguna, layaknya suatu norma yang tidak tertulis, di sini cyber ethic mempermudah proses interaksi masyarakat dalam bernegoisasi dalam dunia internet dengan menghilangkan batasan-batasan dalam aturan tertulis. Sebagai gambaran apa yang terhilat baik bagi suatu perkumpulan atau komunitas, belum tentu baik bagi komunitas lainnya, contohnya situs penjualan film porno yang mana dilarang di Indonesia, justru ada sebagian negara yang melegalkannya. Dengan ini diharapkan cyber ethic mampu menekan bahkan mengurangi perbuatan tidak baik dalam meggunakan sosial media, yang mana cita-cita ini akan terwujud dengan adanya kesadaran pengguna yang ada.

disclaimer

Pos terkait