Malang, SERU.co.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang berupaya memperluas jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal. Namun tercatat puluhan ribu pekerja informal tak lolos verifikasi BPJS Ketenagakerjaan.
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan mengungkapkan, pihaknya menerima data sekitar 43 ribu warga yang diusulkan mengikuti program tersebut. Namun setelah proses verifikasi, hanya sekitar 15 ribu orang yang dinyatakan lolos.
“Program kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja sektor informal mulai disalurkan sejak Oktober 2025. Usulan peserta datang dari berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pengurus RT, Supeltas, kelompok tani, pedagang, hingga pelaku UMKM,” seru Arif.
Bantuan iuran BPJS Ketenagakerjaan dengan total sekitar Rp250 juta sudah dicairkan pada Oktober lalu. Sedangkan bagi puluhan ribu pekerja informal yang tidak lolos verifikasi, Arif menyebut, ada beberapa faktor penyebabnya.
“Yang tidak lolos itu, karena alamatnya belum jelas. Kemudian NIK tidak sesuai atau datanya dobel,” urainya.
Memasuki bulan November ini, Pemkot Malang kembali mengajukan tambahan sekitar 7.000 peserta. Dengan demikian, total pekerja informal yang mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan akan naik menjadi sekitar 22.000 orang.
“Sampai akhir 2025, jumlah peserta yang terdaftar bisa mencapai 25 ribu orang. Itu sejalan dengan target RPJMD yang harus mengcover Universal Coverage Jamsostek sebanyak 40 persen,” ungkapnya.
Pekerja informal yang tercover meliputi berbagai sektor, termasuk pengemudi ojek online (ojol) sebanyak 5.500 orang. Namun, beberapa platform seperti Shopee, Maxim dan GrabCar disebut masih dalam proses pengusulan.
Adapun Iuran jaminan sosial yang dibayarkan pemerintah daerah sebesar Rp16.800 per peserta per bulan. Dana tersebut bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
“Begitu nama-nama diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan lolos verifikasi, tagihan dikirim ke kami. Pembayaran dilakukan langsung oleh BKAD Kota Malang ke BPJS Ketenagakerjaan,” terangnya.
Ia menyebut, para pekerja yang terdaftar langsung terlindungi program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) selama satu tahun. Pria yang hobi bersepeda itu mengatakan, hal ini merupakan bentuk kepedulian Pemkot Malang bagi pekerja informal.
Meski begitu, Arif mengakui, tahun depan pihaknya menghadapi tantangan anggaran. Alokasi DBHCHT Kota Malang 2026 menurun tajam dari Rp70 miliar menjadi sekitar Rp40 miliar, sehingga pagu anggaran Disnaker-PMPTSP juga ikut berkurang.
“Tahun depan anggaran kami turun dari Rp7,2 miliar menjadi sekitar Rp4 miliar. Padahal kebutuhan untuk program ini mencapai Rp5,3 miliar, agar 25 ribu pekerja bisa tetap tercover,” ujarnya.
Pihaknya berharap, kebijakan lanjutan dari Wali Kota Malang segera turun untuk menjaga keberlanjutan program tersebut. Pasalnya, Pemkot Malang telah berkomitmen memberikan perlindungan sosial bagi pekerja informal. (bas/rhd)








