Alih Fungsi Lahan Sawah ke Beton Pemicu Banjir Kota Malang

Alih Fungsi Lahan Sawah ke Beton Pemicu Banjir Kota Malang
Lahan sawah tersisa di Kota Malang, salah satunya milik Pemkot Malang (bas)

Malang, SERU.co.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mengakui, alih fungsi lahan sawah menjadi beton pemukiman menjadi pemicu banjir. Dampaknya, setiap turun hujan berisiko banjir dadakan meski singkat, lantaran air hujan tak terserap ke tanah secara maksimal.

Kepala Dispangtan Kota Malang, Slamet Husnan membenarkan, padatnya jumlah penduduk dan pembangunan berkontribusi terhadap berkurangnya lahan sawah. Dampaknya, risiko banjir meningkat, karena air hujan tidak lagi terserap ke tanah dengan maksimal.

Bacaan Lainnya

“Luas lahan sawah yang masih aktif ditanami padi di Kota Malang mencapai sekitar 788 hektare, dari total luas baku sawah sekitar 900 hektare. Sebagian besar lahan tersebut milik masyarakat,” seru Slamet, Senin (15/12/2025).

Kepala Dispangtan Kota Malang menjelaskan, tantangan menghadapi alih fungsi lahan. (bas)
Kepala Dispangtan Kota Malang menjelaskan, tantangan menghadapi alih fungsi lahan. (bas)

Slamet menjelaskan, pembatasan alih fungsi lahan harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pembangunan, seperti perumahan dan perkantoran. Pasalnya, apabila dibatasi, hal itu akan membatasi pembangunan.

“Kalau semua tidak boleh berubah, itu berarti membatasi investasi dan pembangunan. Tapi tetap acuannya adalah RTRW, yang dievaluasi setiap lima tahun,” ujarnya.

Regulasi Pemkot Malang Meminimalisir Alih Fungsi Lahan

Diakuinya, Dispangtan Kota Malang menghadapi keterbatasan dalam mencegah masyarakat menjual lahannya untuk fungsi lain. Terlebih, jika lahan diwariskan kepada ahli waris dengan kebutuhan yang berbeda.

“Untuk mengerem laju alih fungsi lahan, berbagai insentif diberikan kepada petani. Misalnya berupa pengajuan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi petani yang memiliki lahan sawah masuk dalam Lahan Sawah Dilindungi (LSD),” terangnya.

Disebutkannya, luasan lahan pertanian milik Pemkot Malang jauh lebih kecil, hanya sekitar 15 hektare. Sementara dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang periode 2022–2042, pemerintah telah merencanakan sekitar 400 hektare lahan sawah sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

“Terdapat kawasan pertanian berkelanjutan seluas 18,5 hektare, mencakup aset Pemkot di dalamnya. Meski demikian, dinamika perkembangan perkotaan membuat perlindungan lahan pertanian tidak mudah,” ungkapnya.

Selain itu, petani juga difasilitasi dengan bantuan benih padi dan jagung, pupuk subsidi, pupuk cair, jaring pengaman burung, serta alat dan mesin pertanian. Slamet berharap, upaya perlindungan lahan sawah berdampak pada penurunan risiko bencana, karena masih ada serapan air hujan.

“Dari APBD kami salurkan lebih dari 50 unit hand sprayer elektrik dan paddy mower. Kami juga mengusulkan ke Kementan, bantuan alat panen padi dan hand traktor, serta menjalin kerja sama CSR dengan Bank Indonesia,” tukasnya.

Seluruh upaya tersebut dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pertanian sekaligus menjaga keberadaan lahan serapan air hujan. Semangat petani untuk tetap bertahan dan berbudidaya di tengah tekanan alih fungsi lahan perkotaan turut mendorong kelestarian ruang hijau. (bas/rhd)

disclaimer

Pos terkait

iklan KKB Bank jatim