Kediri, SERU.co.id – Seorang pelajar SMA asal Kecamatan Prambon, Nganjuk, Ahmad Faiz Yusuf (19), ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor Kediri Kota. Faiz, yang dikenal aktif dalam komunitas literasi Taman Baca Mahanani Kediri, ditangkap pada Minggu ( 21/9/2025), atas dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ia dituduh mengunggah konten media sosial yang dianggap mengajak berbuat rusuh dalam aksi demonstrasi pada 30 Agustus 2025 di Kediri.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kediri Kota, AKP Cipto Dwi Laksono, menyatakan bahwa penetapan Faiz sebagai tersangka didasarkan pada sejumlah alat bukti dan pendapat ahli.
“Barang bukti digitalnya berkaitan dengan ajakan kerusuhan, pembakaran, dan pencurian yang terjadi di Kediri,” ujarnya, Senin (23/9/2025).
Cipto menyebut penyidikan dilakukan berdasarkan bukti digital, keterangan saksi, serta hasil analisis dari ahli ITE Perbanas Surabaya dan ahli forensik digital dari Laboratorium Forensik Surabaya.
Polisi juga menyita ponsel, laptop, dua buku bertema anarkisme, satu buku catatan, serta lima poster unjuk rasa dari tangan Faiz.
Kritik LBH Muhammadiyah: Penetapan Tersangka Dianggap Dipaksakan
Kuasa hukum Faiz dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (LBHMU) Nganjuk, Anang Hartoyo, menyebut penetapan tersangka tersebut dipaksakan dan sarat pelanggaran prosedur hukum. Ia mengungkapkan bahwa proses penggeledahan dilakukan tanpa berita acara resmi, penyitaan dilakukan tanpa surat, dan pemeriksaan dilakukan tanpa memberikan waktu istirahat bagi kliennya.
“Polisi tidak menggubris keberadaan kuasa hukum. Ini tindakan yang melanggar KUHP dan asas due process of law,” ujar Anang melalui sambungan telepon, Selasa (24/9/2025).
Menurut Anang, buku-buku yang disita tidak memiliki hubungan langsung dengan dugaan tindak pidana. Di antaranya adalah karya filsuf anarkis Bob Black berjudul Menganggur dan Melawan Negara, serta poster bertuliskan kritik terhadap oligarki.
“Polisi juga menyebut Faiz terhubung dengan jaringan anarko yang ditangkap di Bandung. Ini tuduhan yang tidak masuk akal,” tegasnya.
LBHMU pun akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan mengingat Faiz masih menjalani masa ujian semester di sekolah. Permohonan itu diajukan atas nama orang tua Faiz yang juga merupakan pengurus Muhammadiyah di Nganjuk.
Langkah Memalukan dan Konyol
Kritik terhadap langkah aparat juga disuarakan oleh Satria Unggul Wicaksana, pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya. Menurutnya, penyitaan buku sebagai barang bukti pidana adalah langkah yang keliru dan mengingatkan pada praktik masa lalu.
“Pada masa lalu, militer juga melakukan hal serupa terhadap buku-buku yang dianggap berhaluan kiri dengan dalih mengajarkan Marxisme atau Leninisme. Kini, polisi melanjutkan pola itu. Ini langkah yang memalukan, kalau bisa dibilang konyol,” kata Satria, Jumat (19/9/2025), dikutip dari situs resmi UM Surabaya.
Ia menekankan bahwa apa pun isinya—kiri, kanan, ekstrem, atau moderat—buku tetaplah sumber pengetahuan.
“Mahasiswa, pelajar, atau masyarakat yang membaca buku lalu menjadi kritis hingga berani berdiskusi atau melakukan demonstrasi, itu seharusnya dirayakan sebagai tanda sehatnya demokrasi, bukan justru ditakuti lalu dipidanakan,” tegasnya.
Satria mempertanyakan dasar hukum penyitaan buku dalam perkara ini dan mendesak aparat untuk menghentikan praktik yang mempersempit kebebasan akademik dan berpikir.
Kritik juga datang dari Lembaga Hukum dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Dalam pernyataannya, mereka menilai bahwa penetapan tersangka harus dilakukan dengan dasar bukti kuat dan profesionalitas penyidikan.
“Polisi harus profesional, bukan menjadi alat untuk mengintimidasi rakyat,” ujar perwakilan LHKP PWM Jatim.
Mereka juga menyoroti langkah penyitaan buku sebagai barang bukti pidana. Menurut mereka, tindakan itu dapat berujung pada kriminalisasi atas kebebasan berekspresi dan minat literasi, terutama jika tidak disertai analisis hukum yang komprehensif. (roi/ono)