Pemerintah Berencana Menaikkan PPN 12 Persen pada 2025, Publik Pertanyakan Dampaknya

Pemerintah Berencana Menaikkan PPN 12 Persen pada 2025, Publik Pertanyakan Dampaknya
Menteri Keuangan sebut kenaikan PPN 12 persen akan tetap dilaksanakan sesuai ketentuan UU. (foto: ist)

Jakarta, SERU.co.id – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025 menuai pertanyaan besar. Banyak pihak menilai kenaikan ini sebagai ancaman yang membuat rakyat semakin terjepit. Publik mempertanyakan sejauh mana kenaikan ini berdampak pada sektor vital seperti kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok.

Menurut data dari Pricewaterhouse Coopers (PwC), Indonesia telah masuk dalam jajaran negara dengan tarif PPN tertinggi di Asia Tenggara pada periode 2023-2024. Kenaikan tarif ini menjadi langkah strategis yang dipertimbangkan untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meskipun risiko penurunan daya beli masyarakat menjadi perhatian utama.

Bacaan Lainnya

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, kenaikan PPN 12 persen akan tetap dilaksanakan sesuai ketentuan UU. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, ia memastikan pemerintah akan menjaga keseimbangan antara meningkatkan penerimaan negara dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

“APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya, namun pada saat yang lain, APBN harus berfungsi sebagai shock absorber dalam episode global crisis financial,” seru Sri Mulyani.

Baca juga: Pemkot Malang Gaungkan Kemandirian Fiskal, Siap Implementasikan UU Keuangan Daerah

Ia juga menyebut, pemerintah tidak akan bersikap membabi buta. Melainkan tetap memberikan perhatian khusus pada sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok.

Menanggapi hal ini, Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar menilai, kenaikan tarif ini dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara yang besar. Namun, ia menekankan pentingnya memastikan dana tersebut kembali ke masyarakat. Terutama kelompok menengah ke bawah, melalui fasilitas publik dan jaminan sosial.

“Pemerintah perlu memastikan manfaat yang diterima masyarakat lebih besar daripada pajak yang dibayarkan. Misalnya, bila masyarakat membayar Rp200 lebih banyak, pemerintah harus mengembalikan manfaat sebesar Rp250,” ujar Fajry.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyarankan, pemerintah memperkuat bantuan sosial (bansos) dan subsidi guna mengurangi dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat. Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah menjaga konsumsi dasar mereka.

“Saya mengusulkan subsidi sektor energi dan kredit usaha kecil sebagai upaya meringankan beban operasional usaha kecil yang terdampak,” pungkasnya. (aan/ono)

disclaimer

Pos terkait