Dukung Inklusif, UMM Ambil Peran Setarakan Kelompok Marginal

MoU antara UMM dan PKBI. (ist)

• Merlyn Sopjan apresiasi dukungan kampus UMM

Bacaan Lainnya

Kota Malang, SERU –  Selama ini, masih banyak kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan, mengalami diskriminasi, dan belum merasakan manfaat dari adanya pembangunan. Beberapa kelompok tersebut seperti anak-anak yang bermasalah dengan hukum, masyarakat adat, anak-anak yang mendapatkan kekerasan di rumah tangga, disabilitas, dan lainnya.

“Itu yang sekarang menjadi perhatian kita. Keterlibatan perguruan tinggi berperan penting sebagai ruang-ruang menyampaikan ide, gagasan, dan wacana yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk membangun bangsa. Tak cukup hanya melibatkan LSM maupun pemerintah saja. Perguruan tinggi menjadi kunci penting dalam menumbuhkembangkan inklusi sosial,” seru Ketua Pengurus Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Dr Ichsan Malik, dalam Gebyar Indonesia Inklusi, Peduli Goes to Campus di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis (17/10/2019).

Merlyn Sopjan, menyampaikan materi pemberdayaan organisasi kelompok marginal dalam pemenuhan kebutuhan dasar. (rhd)

Menurutnya, kampus menjadi tempat yang nyaman bagi tumbuh kembangnya insan-insan akademisi yang inklusif. Insan yang tak lagi memandang perbedaan sebagai hambatan, namun menjadi sebuah kekuatan. “Sebagai ruang pemikiran dan gagasan, kampus inklusif terhadap keberagaman. Tidak ada lagi diskriminasi atas dasar perbedaan pendapat, pemikiran, agama, suku dan disabilitas. Atas dasar inilah, kampus perlu dilibatkan secara aktif dalam proses menumbuhkembangkan inklusi sosial dalam lingkungan pendidikan,” tandasnya.

Senada, Dekan FISIP UMM, Dr Rinikso Kartono, MSi, mengatakan, dunia diciptakan dengan keberagaman, tetapi di dalam kenyataannya masih sering terjadi diskriminasi. Banyak orang yang berbicara kita Indonesia satu, kita atau kami Indonesia, Indonesia harga mati, namun dalam kenyataan politik dan lain sebagainya, ketika kepentingan-kepentingan itu terusik, semua orang menjadi tidak peduli dengan sesamanya. “Oleh karenanya, perguruan tinggi bukan hanya duduk di menara gading untuk mempelajari ilmu saja, tapi kita harus bisa melihat persoalan bangsa yang saat ini cukup mengkhawatirkan,” ucapnya, disela acara yang diinisiasi PKBI, UMM dan The Asia Foundation.

Sekarang yang banyak terjadi, lanjut Rinikso, adanya eksklusivitas di Indonesia bukan hanya melahirkan proses kekerasan, tetapi juga kemiskinan. Mereka tidak mendapatkan akses ekonomi, akses pelayanan publik dan sebagainya hingga akhirnya tertindas. “Kami sepakat bahwa berbagai pihak harus dilibatkan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif. Apalagi di lingkungan kampus sebagai ruang pertukaran ilmu pengetahuan, segala bentuk kegiatannya harus menjunjung tinggi inklusi sosial,” bebernya.

“Kami berharap Peduli Goes to Campus akan melahirkan agen-agen perubahan di lingkungan kampus. Dengan lingkungan yang inklusif di kampus, akan menyebar ke seluruh sendi-sendi kehidupan, tempat para civitas akademika berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga tercipta Indonesia yang inklusif dalam menjalani pembangunan sosial yang humanis. Semoga ini bukan yang terakhir, namun awal untuk terjalinnya kerja sama penelitian dan pengabdian masyarakat antara UMM dan PKBI,” tandas Rinikso.

Ketua PKBI dan Dekan FISIP UMM, menjawab pertanyaan awak media. (rhd)

Sementara itu, salah satu transgender nasional asal Malang, Merlyn Sopjan, mengapresiasi kampus UMM yang sukses mengusung 500 undangan dari mahasiswa dan dosen UMM, pegiat sosial, dan masyarakat umum dalam acara ini. “Kami sangat apresiatif, apalagi UMM kampus berbasis agama mau menerima kami dari kelompok marginal. Sambutannya lebih dari yang kita bayangkan, hingga ada MoU nya. Dimana mahasiswa akan mengambil ruang dalam 6 isu yang kita usung,” seru Merlyn, yang mengusung isu bertemakan pemberdayaan organisasi kelompok marginal dalam pemenuhan kebutuhan dasar.

Merlyn mengaku mengenal betul karakteristik kera Ngalam yang sangat welcome terhadap Inklusif dan perbedaan. “Seperti isu agama tidak akan masuk, karena warga Malang sangat toleran. Saat perayaan ibadah Jumatan atau lebaran, gereja memperbolehkan jamaah sholat menggunakan halamannya. Atau sebaliknya, sangat inklusif. Artinya, semua komponen masyarakat sangat mendukung perbedaan. Bahkan teman jurnalis mendukung dan berpengaruh membentuk opini,” jelas mantan Ketua Ikatan Waria Malang (Iwama) ini.

Sebelumnya, Peduli Goes to Campus telah roadshow di Universitas Gajah Mada, Universitas Medan, Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan kegiatan di UMM responnya jauh lebih sukses dibanding sebelumnya. Selain kuliah umum, juga diwarnai pagelaran seni mahasiswa UMM, pameran inklusi, pemutaran film, penguatan kapasitas berupa penulisan tugas akhir dan pembuatan film dokumenter. (rhd)

disclaimer

Pos terkait