Pro-Kontra Terbitnya Perpol 10/2025, Bolehkah Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil?

Pro-Kontra Terbitnya Perpol 10/2025, Bolehkah Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil?
Kepolisian Negara Republik Indonesia. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga sontak memicu pro-kontra dan perdebatan serius di ruang publik. Sejumlah pakar hukum menilai kebijakan ini berpotensi bertentangan dengan undang-undang dan sebagian melihatnya sebagai upaya kepastian hukum.

Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menegaskan, pengaturan mengenai jabatan sipil bagi polisi aktif tidak bisa hanya dituangkan dalam peraturan internal kepolisian. Menurutnya, asas legalitas menuntut pengaturan tersebut diatur secara tegas dalam Undang-Undang Polri.

Bacaan Lainnya

“Kalau memang diperlukan, ketentuan itu harus dimasukkan ke dalam undang-undang. Tidak bisa hanya diatur lewat Perkap,” seru Mahfud, dikutip dari YouTube MahfudMD, Senin (15/12/2025).

Mahfud menjelaskan, UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN memang membuka peluang bagi anggota TNI dan Polri menduduki jabatan sipil di tingkat pusat. Namun, pelaksanaannya tetap harus merujuk pada UU TNI dan UU Polri. Dalam konteks TNI, pengaturan itu telah jelas karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 menyebutkan 14 kementerian dan lembaga yang dapat diisi prajurit aktif.

Berbeda dengan TNI, Mahfud menilai, UU Polri belum mengatur secara rinci jabatan sipil apa saja yang boleh diduduki anggota Polri aktif. Bahkan, Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri justru menegaskan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

“Ini diperkuat lagi oleh Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025,” tegas Mahfud.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara tegas menyatakan, anggota Polri wajib mengundurkan diri atau mengajukan pensiun jika hendak menduduki jabatan sipil. Karena itu, Mahfud menilai, Perpol 10/2025 berpotensi bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Namun, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Jayabaya, Muhammad Rullyandi menilai, Perpol 10/2025 justru sejalan dengan Undang-Undang Polri dan putusan MK. Menurutnya, peraturan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan UU ASN No. 20 Tahun 2023.

“Perpol tersebut memperjelas jabatan sipil yang relevan dengan tugas kepolisian. Dalam Perpol 10/2025, tercantum 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi anggota Polri aktif. Mulai dari Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Hukum, hingga lembaga seperti KPK, BIN dan BSSN,” kata Rully, dilansir detikcom.

Dari kalangan legislatif, anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo menilai, Perpol 10/2025 justru menghadirkan kepastian hukum. Menurutnya, aturan tersebut mengakhiri kekaburan norma yang selama ini memicu perbedaan tafsir di masyarakat.

“Dengan Perkap ini, batasannya jelas dan terang. Tidak lagi multitafsir terkait kementerian atau lembaga mana yang boleh diisi polisi aktif,” ujar Rudianto.

Di sisi lain, Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Satrio mengingatkan potensi polemik lanjutan akibat perbedaan tafsir tersebut. Ia mendorong Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan terbuka kepada publik. Terutama agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“MK perlu memperjelas tafsir putusannya agar tidak menimbulkan misinterpretasi yang merugikan kepercayaan publik,” ujarnya.

Menurut Hendri, Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 secara eksplisit melarang polisi aktif menjabat posisi sipil. Kehadiran Perpol yang membuka ruang di 17 kementerian dan lembaga berisiko menimbulkan tafsir berlawanan di tengah masyarakat.

“Kalau dibiarkan, ini berbahaya bagi kepercayaan publik terhadap institusi negara,” pungkasnya. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait

iklan KKB Bank jatim