Utang Pinjol Tembus Rp90,99 Triliun, Ini Sejumlah Bahaya Gagal Bayar Pinjol

Utang Pinjol Tembus Rp90,99 Triliun, Ini Sejumlah Bahaya Gagal Bayar Pinjol
Ilustrasi pinjaman online. (ist)

Jakarta, SERU.co.id Lonjakan gagal bayar pinjaman online (Pinjol) kian mengkhawatirkan di tengah tekanan ekonomi masyarakat. OJK mencatat gagal bayar pinjol di Indonesia menembus Rp90,99 triliun per September 2025. Kondisi ini berbahaya karena merusak skor kredit hingga menghambat akses kerja, kendaraan dan kepemilikan rumah.

Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi mengatakan, meningkatnya gagal bayar tidak hanya dipicu oleh memburuknya kondisi ekonomi peminjam. Namun juga adanya nasabah yang sejak awal memang berniat tidak melunasi utang.

Bacaan Lainnya

“OJK mengimbau masyarakat lebih bijak memanfaatkan fasilitas pendanaan dari penyelenggara pindar. Termasuk tidak dengan sengaja menghindari kewajiban membayar utang,” seru Ismail, dikutip dari CNBC, Sabtu (6/12/2025).

Kemudahan teknologi memang membuat akses pinjaman tanpa jaminan kian terbuka lebar. Cukup dengan ponsel, swafoto dan KTP, dana bisa langsung cair. Namun di balik kemudahan itu, risiko gagal bayar justru meningkat, terutama saat kondisi ekonomi sedang bergejolak.

Ketua ICT Watch, Indriyatno Banyumurti menegaskan, gagal bayar Pinjol bukan perkara sepele. Konsekuensinya bukan hanya denda yang membengkak, tetapi juga tekanan psikologis hingga ancaman hukum.

“Konten gagal bayar memang cepat viral karena bersifat negatif. Karena itu harus ada edukasi untuk meng-counter. Kalau seseorang sampai berniat gagal bayar, perlu disadarkan ada risiko hukum yang serius,” ujar Indriyatno dalam podcast FintechVerse 360kredi di YouTube.

Dampak lain yang tak kalah berat adalah anjloknya skor kredit dalam SLIK OJK. Catatan kredit yang buruk akan menghambat seseorang saat mengajukan kredit kendaraan, rumah, bahkan pembiayaan usaha. Direktur Komersial IdScore, Wahyu Trenggono menekankan, pentingnya menjaga rekam jejak kredit sejak dini.

“Credit scoring harus kita jaga karena dampaknya luas. Bisa memengaruhi peluang kerja, pengajuan kredit. Bahkan urusan pribadi seperti mencari pasangan pun bisa terdampak jika nilai kredit buruk,” katanya.

Tekanan gagal bayar ini tercermin dari lonjakan utang pinjol nasional. OJK mencatat utang pinjol yang belum dibayarkan telah menembus Rp90,99 triliun per September 2025. Angka tersebut melonjak 22,16 persen secara tahunan dan naik 3,86 persen secara bulanan dibanding Agustus 2025 sebesar Rp87,61 triliun.

Parahnya, pertumbuhan utang itu diikuti peningkatan tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) menjadi 2,82 persen pada September 2025. Lebih tinggi dari bulan sebelumnya di level 2,60 persen. Artinya, jumlah masyarakat yang benar-benar gagal bayar terus bertambah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai, lonjakan utang pinjol bukan sinyal positif bagi perekonomian. Menurutnya, mayoritas pinjaman digunakan untuk kebutuhan konsumtif.

“Akhirnya dana cepat habis, sementara bunga terus berlipat. Masyarakat makin butuh dana cepat, pinjol jadi jawabannya, dan ini bukan indikator ekonomi sehat. Pendapatan tidak lagi cukup menutup kebutuhan sehari-hari,” ujarnya, dilansir dari detiknews.

Bhima juga mengingatkan bahaya terjebak dalam siklus utang ke utang. Banyak peminjam yang terpaksa meminjam di pinjol lain hanya untuk menutup tagihan sebelumnya. Akibatnya, penghasilan bulanan terkuras hanya untuk membayar cicilan dan bunga.

“Awalnya terlihat mudah, tinggal klik dan foto KTP. Tapi beban bunga dan denda sering diabaikan. Untuk menutup satu pinjol, akhirnya pinjam lagi di pinjol lain,” katanya.

Peringatan keras juga datang dari OJK daerah. Kepala Direktorat Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Layanan Manajemen Strategis OJK Jawa Barat, Yuzirwan, menegaskan, utang yang tidak dibayar akan meninggalkan jejak buruk seumur hidup.

“Semua utang tercatat di SLIK dan itu tidak hilang. Kalau tidak dibayar, sampai kapan pun akan tetap tercatat,” ujarnya dilansir RRI Bandung.

Menurut Yuzirwan, sekali seseorang tercatat gagal bayar, karakter keuangannya akan dianggap buruk. Akibatnya bisa meluas ke berbagai aspek kehidupan.

“Jangan merasa bangga bisa dapat Pinjol lalu tidak bayar. Itu bisa jadi langkah bunuh diri. Mau beli motor ditolak, daftar sekolah atau kerja bisa ditanya riwayat keuangan. Kalau punya utang macet, karakter dianggap buruk,” tegasnya.

Ia pun mengingatkan generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, agar tidak menjadikan pinjol sebagai gaya hidup. Utang seharusnya digunakan hanya untuk kebutuhan mendesak dan bersifat sementara. Bukan untuk konsumsi yang tak terkendali. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait

iklan KKB Bank jatim