Malang, SERU.co.id – Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang mengakui, pendapatan retribusi pasar belum maksimal. Meski sudah ada percobaan sistem digitalisasi atau e-retribusi, namun dibutuhkan persiapan matang sebelum benar-benar diterapkan di semua pasar tradisional.
Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi menanggapi, sorotan Komisi B DPRD Kota Malang terkait potensi retribusi pasar belum maksimal. Menurutnya, potensi tersebut memang besar secara matematis, namun pelaksanaan di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala.
“Kalau dihitung secara hitungan kasar sesuai Perda memang besar potensinya. Hitungannya Rp1.000 per meter, jumlah pedagang dan luas kios bisa dikalikan untuk mendapatkan angka potensi retribusi,” seru Eko, Senin (22/9/2025).
Eko menerangkan, kendala yang dihadapi di lapangan masih terkait dengan aktivitas pedagang dan sistem penarikan yang belum terdigitalisasi. Okeh karena itu, target yang ditetapkan memang tidak sebesar hitungan potensi pendapatan secara matematis.
“Kita perlu tahu, penarikan retribusi dilakukan harian. Dalam praktiknya, satu pedagang juga bisa memiliki lebih dari satu lapak, serta tidak semuanya difungsikan secara optimal,” ungkapnya.
Diakuinya, ada sebagian kios yang dibiarkan kosong oleh pemiliknya. Di sisi lain, ada kios-kios yang tetap digunakan, tapi diluar aktivitas jual beli seperti menjadi gudang barang.
“Selain itu, pentingnya para pedagang disiplin dalam menaati ketentuan yang diatur Perda. Kalau semua bisa menaati aturan, maka potensi retribusi bisa sesuai harapan,” tuturnya.
Ia juga menyatakan dukungannya terkait usulan penerapan sistem penarikan retribusi secara digitalisasi atau e-retribusi. Digitalisasi dinilai merupakan langkah tepat untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan retribusi pasar.
“Justru kami sangat setuju. Kami juga sudah mulai mengarah ke sana, salah satunya dengan menghadirkan Stasiun Pengisian Air Minum (SPAM) berbasis digital di pasar tradisional,” terangnya.
Inovasi tersebut merupakan bagian dari edukasi terhadap masyarakat dan pedagang terkait pentingnya digitalisasi. Dengan pembiasaan secara perlahan, diharapkan mampu beradaptasi hingga terbiasa dengan sistem tersebut.
“Kami terus mengedukasi tentang pentingnya sistem digital termasuk e-retribusi, karena tidak semua pedagang langsung mau menerima sistem digital. Ini menjadi tugas kita bersama untuk saling mengedukasi dan memberi pemahaman bahwa digitalisasi sangat memudahkan,” ujarnya.
Diskopindag Kota Malang juga telah menunjuk dua pasar tradisional sebagai percontohan penerapan e-retribusi. Kedua pasar tersebut antara lain Pasar Klojen dan Pasar Oro-oro Dowo.
“Sudah berjalan, tapi memang belum maksimal. Kita perlu kolaborasi antara berbagai pihak seperti BKAD dan Bank Jatim sebagai bank penampung, serta dinas terkait untuk menyusun skema pelaporan yang akurat dan transparan,” jelasnya.
Lebih jauh, Eko menegaskan, penerapan e-retribusi merupakan salah satu bentuk intensifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurutnya, upaya ini membutuhkan regulasi serta koordinasi lintas institusi, supaya dapat berjalan optimal.
“Ini bagian dari optimalisasi PAD. Kami sangat setuju dengan penerapan e-retribusi, namun semua institusi perlu duduk bersama dan menyusun persiapan matang,” pungkasnya. (bas/rhd)