Tragedi Rumah Mewah di Bogor, Amarah Anak Majikan Habisi Nyawa Satpamnya

Polisi menyegel rumah lokasi pembunuhan Satpam oleh anak majikannya. (ist) - Tragedi Rumah Mewah di Bogor, Amarah Anak Majikan Habisi Nyawa Satpamnya
Polisi menyegel rumah lokasi pembunuhan Satpam oleh anak majikannya. (ist)

Bogor, SERU.co.id – Rumah mewah di Jalan Lawang Gintung, Bogor Selatan, menjadi saksi kisah yang lebih kelam dari bayangan malam. Di balik pagar tinggi berwarna hitam, seorang Satpam bernama Septian (37) meregang nyawa. Pembunuhnya bukan orang asing, melainkan anak majikannya sendiri, Abraham Michael (27).

Jumat (17/1/2025), suasana rumah itu lebih sunyi dari biasanya. Sebuah laporan masuk ke pihak kepolisian. Bukan dari sang majikan, bukan pula dari keluarga besar yang tinggal di sana, melainkan dari seorang sopir yang bekerja di rumah tersebut. Polisi yang datang ke lokasi menemukan sesuatu yang mengerikan, tubuh Septian terbujur kaku, tak bernyawa.

Bacaan Lainnya

Kapolresta Bogor Kota, Kombes Eko Prasetyo mengonfirmasi, polisi sudah menetapkan Abraham Michael sebagai tersangka.

“Motifnya sakit hati. Korban sering melaporkan kebiasaannya pulang malam kepada orang tuanya, yang kemudian memarahinya. Abraham juga positif Narkoba jenis sinte,” seru Eko, Minggu (19/1/2025).

Bagi Arif, mantan sopir di rumah itu, tindakan Abraham bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Ia telah lama mengenal karakter pria itu. Dikatakannya, Abraham adalah seseorang yang pemarah, kejam dan tak segan melukai bawahannya.

“Temperamental, penyakit juga. Sudah watak,” kata Arif.

Setahun bekerja sebagai sopir pribadi Abraham, Arif berkali-kali merasakan kekejamannya. Ia ditimpuki barang jika melakukan kesalahan, disiksa tanpa alasan jelas. Bahkan melihat Satpam lain mengalami nasib serupa.

“Pernah ada Satpam juga dipukulin gara-gara meteran listrik,” kenangnya.

Puncaknya, Arif memilih pergi. Ia tak hanya takut pada Abraham, tapi juga muak dengan ketidakadilan di rumah itu.

“Uang makan saya nggak dibayar, handphone saya dibanting,” ujarnya dengan nada getir.

Sementara itu, Dewi (47) mengenang suaminya ssbagai ayah yang bertanggungjawab. Di sebuah rumah sederhana di Kampung Cibarengkok, Sukabumi, Dewi duduk dengan tatapan kosong. Ia masih menunggu suaminya pulang, meski ia tahu, harapan itu sia-sia.

“Ya Allah, orangnya penyayang, bertanggung jawab,” ucapnya sambil mengusap air mata.

Septian bukan hanya suami, tapi juga ayah bagi satu anak kandung dan tiga anak sambungnya. Ia bekerja keras, memastikan keluarganya tak kekurangan. Bahkan, sehari sebelum tragedi itu, ia sempat menelepon.

“‘Aku habis sama anak majikan berantem, si ibu mau dicekik, saya lerai,’” kenang Dewi, mengulang percakapan terakhir mereka.

Tapi setelah itu, tak ada lagi kabar. Hanya berita duka yang tiba, menghancurkan hidupnya seketika. Kakak ipar Septian, Aris Munandar, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

“Kami ingin pelaku dihukum seberat-beratnya,” katanya.

Sementara ibunda Septian, Aisyah (52), hanya bisa menangis.

“Anak pertama dari empat bersaudara. Pekerja keras, enggak neko-neko. Saya syok dengar kabarnya,” lirihnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyoroti akar masalah yang lebih dalam. Menurutnya, Abraham bukan sekadar pelaku. Ia adalah produk dari lingkungan yang membentuknya.

“Abraham tumbuh dalam kemewahan, tapi entah bagaimana, ia tak belajar empati. Pola asuh dalam keluarga memainkan peran penting,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arifah menyebut, pengaruh media sosial juga tak bisa diabaikan. Orang tua harus memperhatikan anak-anak mereka dalam menggunakan gadget. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait