Publik Menilai Take Home Pay DPR RI Sebesar Rp65 Juta Belum Signifikan

Publik Menilai Take Home Pay DPR RI Sebesar Rp65 Juta Belum Signifikan
Konferensi pers DPR RI. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Keputusan DPR RI memangkas sejumlah tunjangan anggota dewan periode 2024–2029 menuai tanggapan beragam dari publik. Pemangkasan tersebut sebagai langkah responsif atas desakan 17+8 Tuntutan Rakyat. Namun, angka take home pay anggota DPR di kisaran Rp65,5 juta per bulan dinilai belum menunjukkan perubahan signifikan.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan, hasil rapat konsultasi pimpinan DPR bersama fraksi. Beberapa tunjangan diputuskan dipangkas. Mulai dari biaya langganan listrik, jasa telepon, komunikasi intensif, hingga tunjangan transportasi.

Bacaan Lainnya

“Langkah ini dilakukan setelah evaluasi menyeluruh terhadap hak keuangan anggota DPR,” seru Dasco, dikutip dari detikcom, Sabtu (6/9/2025).

Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai, keputusan tersebut hanya menyentuh permukaan. Menurutnya, keberanian DPR baru sebatas menghapus tunjangan perumahan. Sementara pos lain tetap utuh dengan nominal besar.

“Kalau take home pay masih di level Rp65 juta per bulan, berarti penyesuaiannya belum signifikan. Misalnya, tunjangan komunikasi intensif Rp20 juta per bulan masih dipertahankan. Banyak publik bertanya, komunikasi seintensif apa yang membutuhkan tunjangan sebesar itu?” kritik Lucius.

Lucius juga menyoroti, adanya dua tunjangan berbeda, yakni jabatan dan kehormatan. Nilainya mencapai Rp9,7 juta dan Rp7,1 juta.

“Kenapa harus dibedakan, padahal esensinya sama?,” tambahnya.

Meski begitu, Lucius mengakui, penghapusan tunjangan perumahan tetap patut dicatat sebagai upaya DPR meredakan kemarahan publik.

Sementara itu, pakar politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas menilai, langkah DPR bukan sekadar soal angka, melainkan simbol kesediaan mendengar suara rakyat. Ia mengatakan, momentum pertemuan DPR dengan mahasiswa pada 3 September lalu menjadi titik balik di tengah krisis legitimasi politik.

“Dalam keadaan normal, isu tunjangan bisa dianggap sepele. Tapi saat krisis kepercayaan, pemangkasan tunjangan perumahan adalah gestur politik penting,” pungkasnya, dilansir dari Kompascom. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait